Pengikut

Sabtu, 25 September 2010

Gout Arthritis

LAPORAN TUTORIAL
BLOK VII












disusun oleh :

KELOMPOK L2

Firdaus Try Adiputra 04091001001
Selly Octavia Zainuddin 04091001003
Enggar Sari Kesuma W. 04091001013
Dessy Ratnasari 04091001018
Ayu Farah Soraya 04091001026
Rahmah Ramadhani Bara 04091001037
Erinnah Yunvina P. 04091001062
Wenny Oktalisa 04091001091
Chandra Hartono 04091001116
Marison Julistian 04091001118
Ekta Margaredta 04091001124

Tutor : dr. Ramli Bachsin, Sp.F

PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2010

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tugas tutorial skenario 2 Blok VII ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada dr. Ramli Bachsin selaku tutor kelompok 2 yang telah memberikan trigger/stimulus serta membimbing kami semua dalam pelaksanaan tutorial serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Peribahasa menyatakan bahwa tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.


Tim Penyusun















Skenario B
Mr. X, came to your practice room with chief complains of pain, swelling, rash, and inflamation on digiti I of pedis sinistra since 2 days ago. Since 2 years ago, patient always complain about swelling up and down on knee and digiti I of pedis, especially if he was eat some peanut. History of hiperuricemia since 4 years ago.
From physical examination is found swelling, rash, and inflamation (podagra) (+) on digiti I pedis sinistra. His body weight 80 kilograms and body height 163 centimetres.
From laboratory feature: ureum 34 mg/dL, creatinine 1,0 mg/dL, uric acid 11.1 mg/dL, urine uric is 240 mg/24 hours.

I. Klarifikasi Istilah
1. Pain : nyeri.
2. Swelling : bengkak.
3. Rash : kemerahan.
4. Inflammation : peradangan; respon jaringan protektif terhadap cedera/kerusakan jaringan yang ditandai oleh: kalor, rubor, dolor, tumor, dan fungsio laessa.
5. Digiti I of pedis sinistra : jempol kaki kiri.
6. Hiperuricemia : kelebihan asam urat dalam darah.
7. Podagra : nyeri akibat kristal asam urat pada sendi ibu jari kaki.
8. Ureum : urea; hasil akhir metabolisme protein, berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati yang diekskresikan melalui ginjal.
9. Creatinin : bentuk anhidrida kreatin, hasil akhir metabolisme fosfokreatin; produk sampingan dari hasil pemecahan fosfokreatin (kreatin) di otot yang dibuang melalui ginjal.
10. Uric acid : asam urat; hasil akhir metabolisme purin pada primata yang tidak larut dalam air. Diukur dalam darah.
11. Urine acid : asam urat yang terdapat pada urin.

II. Identifikasi Masalah
1. Tuan X mengeluh nyeri, bengkak, kemerahan, dan mengalami inflamasi pada jari jempol kaki kirinya sejak dua hari yang lalu.
2. Sejak dua tahun yang lalu, Tuan X selalu mengeluh bengkak yang hilang-timbul pada lutut dan jempol kaki kirinya, terutama setelah ia memakan kacang tanah.
3. Tuan X menderita hiperuricemia sejak empat tahun yang lalu.
4. Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
- pembengkakan, kemerahan, dan inflamasi (podagra) pada jempol kaki kiri,
- berat badan: 80 kg,
- tinggi badan: 163 cm.
5. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, kadar:
- ureum: 34 mg/dL,
- creatinin: 1,0 mg/dL,
- uric acid: 11,1 mg/dL,
- urine uric: 240 mg/24 hours.

III. Analisis Masalah
1. a. Bagaimana anatomi ekstremitas inferior sinistra? sintesis
b. Bagaimana patofisiologi nyeri? sintesis
c. Bagaimana patofisiologi inflamasi? sintesis
(termasuk didalamnya bengkak dan kemerahan)
d. Mengapa gejala tersebut terjadi terbatas pada bagian ekstremitas
inferior?
Terdapat peranan beberapa hal sehingga serangan gout akut cenderung terjadi pada bagian ekstremitas inferior. Semua faktor tersebut menjurus kepada meningkatnya kristalisasi MSU pada sendi-sendi ekstremitas inferior.
(1) temperatur. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi perifer. Sendi inferior cenderung lebih “dingin” ketimbang sendi-sendi superior.
(2) pH. Efek ion sejenis mengurangi kelarutan MSU (Monosodium Urat). Pengkristalan cenderung terjadi pada regio dengan pH rendah (asam).
(3) gravitasi. Gaya tarik bumi mengakibatkan akumulasi asam urat pada ekstremitas inferior yang meningkatkan konsentrasi MSU pada daerah tersebut.
(4) tekanan (trauma). Regio dorsum pedis merupakan wilayah yang sering mengalami trauma ringan dan berulang-ulang, misalnya tertekan sepatu. Trauma pada persendian memicu cairan uric masuk ke sinovial.
Adapun sendi yang terserang adalah pada jempol kaki – bukan pada sendi keempat jari lainnya – disebabkan diameter vaskularisasi pada jempol lebih besar ketimbang pada jari-jari kaki lainnya.

2. a. Bagaimana hubungan konsumsi kacang tanah dan gejala serta
tanda yang dialami Tuan X?
Konsumsi kacang tanah mengakibatkan respon inflamasi (berupa tanda dan gejala yang dialami Tuan X).
Kacang tanah mengandung nukleoprotein yang tinggi. Nukleoprotein dalam traktus digestivus terhidrolisis menjadi protein, asam posfat, pentosa, basa purin, atau basa pirimidin. Basa purin akan dimetabolisme tubuh menghasilkan zat akhir berupa asam urat (uric acid). Pengendapan uric acid dalam sendi mengakibatkan respon inflamasi berupa tanda dan gejala yang dialami Tuan X.
b. Mengapa bengkaknya hilang-timbul?
Terkait dengan kebiasaan Tuan X mengonsumsi kacang (makanan tinggi purin) dalam sekali waktu, MSU yang terbentuk hasil metabolisme purin pun hanya terbentuk sekali waktu. Saat terpajan MSU-lah terjadi respon inflamasi yang salah satu manifestasinya berupa bengkak.

3. a. Bagaimana patofisiologi hiperuricemia?
(1) uric acid overproduction
(2) uric acid undersecretion
b. Apa dampak dari hiperuricemia?
(1) Radang sendi akibat asam urat (gout arthritis). Sifat kimia asam urat cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar
(2) Komplikasi hiperuricemia pada ginjal. Berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut, dan kronis akibat asam urat.
(3) Sindrom Lesch-Nyhan
(4) Penyakit Von Gierke

4. Bagaimana hubungan berat badan berlebih dan penyakit yang diderita Tuan X?

Kesimpulan: Tuan A obesitas.
(1) Berat badan berlebih diakibatkan pola makan yang tak seimbang, terkhusus pada konsumsi nukleoprotein yang berlebihan.
(2) Timbunan lemak dapat dimetabolisme menjadi badan keton. Badan keton menghambat eksresi asam urat melalui ginjal.
Kedua hal di atas merujuk kepada hiperuricemia yang berdampak penumpukan MSU pada sendi. Kelebihan berat badan merupakan faktor resiko baik hiperuricemia.
5. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium Tuan X?
Variabel diukur Nilai normal Tuan X Indikasi
Ureum 10-50 mg/dL 34 mg/dL Uremia
Creatinin 0,6-1,3 mg/dL 1,0 mg/dL -
Uric acid 3,5 – 8,0 mg/dL 11,1 mg/dL Hiperuricemia
Urine uric 250-750 mg/24 jam 240 mg/24 jam Undersecretion

6. a. Apa differential diagnosis pada kasus Tuan X?
(1) Rheumatoid arthritis
(2) Osteoarthritis
(3) Pseudogout (CPPD)
(4) Septic arthritis
(5) Psoriasis arthritis
(6) Palithromic rheumatoid
b. Apa working diagnosis pada kasus Tuan X? Gout Arthritis.
(1) Cara menegakkan diagnosis.
sintesis
(2) Etiologi
Reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperuricemia.
(3) Tipe-tipe penyakit
(a) Gout primer. Merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat.
(b) Gout sekunder. Pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berlebihan akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.
(4) Perjalanan penyakit Tuan X
(a) Stadium 1: hiperuricemia asimtomatik. Dimulai 4 tahun yang lalu saat Tuan X didiagnosis menderita hiperuricemia.
(b) Stadium 2: arthritis gout akut. Dimulai 2 tahun yang lalu sejak Tuan X mengeluh bengkak yang hilang-timbul.
(c) Stadium 3: stadium interkritikal. Stadium yang diderita Tuan X saat ini yang ditandai oleh tanda-tanda inflamasi.
(d) Stadium 4: stadium gout kronik. Timbulnya tofi.
(5) Faktor resiko
Obesitas dan kerusakan ginjal.
(6) Epidemiologi
(a) Jenis kelamin. Pria lebih rentan ketimbang wanita. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan sekresi asam urat melalui ginjal.
(b) Berat badan. Orang dengan kondisi kelebihan berat badan rentan mengalami gout arthritis karena metabolisme asam lemak sebagai inhibitor ekskresi asam urat atau konsumsi purin yang berlebihan.
(c) Prevalensi. Berdasarkan penelitian, didapatkan data semakin tinggi kadar asam urat dalam serum maka prevalensi terpajan gout akan semakin tinggi
(7) Patofisiologi
sintesis
(8) Patogenesis
sintesis
(9) Manifestasi klinis
Meliputi tanda-tanda inflamasi akut, yaitu: calor, rubor, dolor, tumor; dan hiperuricemia
(10) Tatalaksana dan pengobatan
(a)Eedukasi
(b)Terapi nonmedikamentosa: diet purin, tirah baring, diet alkohol, istirahat sendi.
(c)Terapi medikamentosa: NSAIDs, Colchicine, steroid, Inhibitor xantin oksidase (allopurinol), urikosurik, dan lain-lain.
(11) Komplikasi
(a) Tofi
(b)Kecacatan
(c) Nefropati urat
(d) Nefropati asam urat
(e) Nefrolitiasis.
(12) Prognosis
Bonam, dengan terapi yang adekuat.
c. Apa kompetensi dokter umum dalam kasus Tuan X?
Kompetensi 3a, meliputi:
(a) Mampu menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang,
(b) mampu merujuk ke spesialis yang tepat dan menindaklanjuti sesudahnya,
(c) mampu mengambil keputusan terapi pendahuluan pada kasus
bukan gawat darurat.


IV. Hipotesis:
“Tuan X, menderita gout arthritis tahap intercritical karena mengalami underexcretion hiperuricemia”


V. Kerangka Konsep



































VI. Learning Issues


Pokok bahasan What I know What I don’t know What I have to prove How will I learn
Anatomi ekstremitas inferior Sendi-sendi Persarafan, vascularisasi dan detil anatomi Gout menyerang sendi Textbook
internet
Metabolisme Purin Pengertian Anabolisme dan Katabolisme Purin Metabolisme purin berlebihan mengakibatkan MSU Textbook
internet
Gout Arthritis Pengertian WD, DD, penjelasan penyakit, KDU Tn X menderita Gout Arthritis Textbook
internet
Inflamasi Pengertian Mekanisme inflamasi akut Gout Arthritis meliputi inflamasi Textbook
internet
Hasil lab Pengertian Interpretasi kadar dan manifestasinya terhadap tubuh Hiperuricemia dan uremia Textbook
Internet

VII. Sintesis

1. Anatomi Ekstremitas Inferior Sinistra
Pada kasus Tuan X keluhan terbatas pada lutut dan sendi pada jempol kaki kiri. Oleh karena itu pada sintesis ini akan lebih jauh dipaparkan mengenai anatomi persendian, khususnya articulatio genue, articulatio metatarsophalangeae, dan articulatio interphalangeae.

a. Pendahuluan
Sendi adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada tubuh.

(1) Komponen Penunjang
Beberapa komponen penunjang sendi, antara lain:
(a) Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga.
(b) Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi.
(c) Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.
(d) Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi.


(2) Tipe-Tipe Persendian
Ada berbagai macam tipe persendian:
(a) Sinartrosis. Sinartrosis adalah persendian yang tidak memperbolehkan pergerakan. Dapat dibedakan menjadi dua:
(i) Sinartrosis sinfibrosis. Sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak.
(ii) Sinartrosis sinkondrosis. Sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan. Contoh: hubungan antarsegmen pada tulang belakang.

(b) Diartrosis. Diartrosis adalah persendian yang memung-kinkan terjadinya gerakan. Diartrosis dapat dikelempokkan menjadi:
(i) Sendi peluru. Persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah. Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
(ii) Sendi pelana. Persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan.
(iii) Sendi putar. Persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).
(iv) Sendi luncur. Persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki.
(v) Sendi engsel. Persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.

(c) Amfiartosis. Persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit gerakan.
(i) Sindesmosis. Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen. Contoh: persendian antara fibula dan tibia.
(ii) Simfisis. Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk seperi cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang.

b. Sendi Lutut (Articulatio Genu)

Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang merupakan sendi terbesar dalam tubuh manusia. Sendi lutut menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk menggerakkan kaki ini juga diperlukan antara lain :
(1) Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi,
(2) Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi supaya jangan lepas bila bergerak,
(3) Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur luasnya gerakan.
(4) Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi.
(5) Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh.

Sendi lutut ini termasuk dalam jenis sendi engsel. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi ini yaitu gerakan fleksi, ekstensi dan sedikit rotatio. Jika terjadi gerakan yang melebihi kapasitas sendi maka akan dapat menimbulkan cedera yang antara lain terjadi robekan pada capsul dan ligamentum di sekitar sendi.
Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi sebenarnya terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks yaitu :
(1) condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan berhubungan dengan condylus tibiae.
(2) satu articulatio jenis partial arthrodial diantara permukaan dorsal dari patella dan femur.

Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris yang berbentuk bulat, pada bagian bawah terdapat condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada bagian bawah terdapat articulatio antara ujung bawah femur dengan patella.
Fascies articularis femoris, tibiae dan patella diliputi oleh cartilago hyaline. Fascies articularis condylus medialis dan lateralis tibiae di klinik sering disebut sebagai plateau tibialis medialis dan lateralis.
3. Jenis Sendi Pada Lutut
Persendian pada sendi lutut termasuk dalam jenis sendi synovial (synovial joint), yaitu sendi yang mempunyai cairan sinovial yang berfungsi untuk membantu pergerakan antara dua buah tulang yang bersendi agar lebih leluasa. Secara anatomis persendian ini lebih kompleks daripada jenis sendi fibrous dan sendi cartilaginosa.
Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint ini ditutupi oleh lapisan hyaline cartilage yang tipis yang disebut articular cartilage, yang merupakan bantalan pada persambungan tulang. Pada daerah ini terdapat rongga yang dikelilingi oleh kapsul sendi. Dalam hal ini kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya pada waktu terjadi gerakan.

Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan :
1) Lapisan luar
Disebut juga fibrous capsul, terdiri dari jaringan connective yang kuat yang tidak teratur dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari periosteum yang menutupi bagian tulang. Dan sebagian lagi akan menebal dan membentuk ligamentum.
2) Lapisan dalam
Disebut juga synovial membran, bagian dalam membatasi cavum sendi dan bagian luar merupakan bagian dari articular cartilage. Membran ini tipis dan terdiri dari kumpulan jaringan connective. Membran ini menghasilkan cairan synovial yang terdiri dari serum darah dan cairan sekresi dari sel synovial. Cairan synovial ini merupakan campuran yang kompleks dari polisakarida protein , lemak dan sel sel lainnya. Polisakarida ini mengandung hyaluronic acid yang merupakan penentu kualitas dari cairan synovial dan berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi mudah digerakkan.
Terdapat dua condylus yang menutupi bagian ujung bawah sendi pada femur dan dua tibial condylus yang menutupi meniscus untuk stabilitas artikulasi femorotibial. Patella yang merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada segmen inferior dari tendon quadriceps femoris, bersendi dengan femur, dimana patella ini terletak diantara dua condylus femoralis pada permukaan anteroinferior.
Menurut arah gerakannya sendi lutut termasuk dalam sendi engsel (mono axial joints) yaitu sendi yang mempunyai arah gerakan pada satu sumbu. Sendi lutut ini terdiri dari bentuk conveks silinder pada tulang yang satu yang digunakan untuk berhubungan dengan bentuk yang concave pada tulang lainnya.
4. Komponen Penyusun Sendi Lutut

a. Ligamentum pada sendi lutut
Terbagi menjadi ligamentum extracapsular dan ligamentum inracapsular.
(1) Ligamentum Extracapsular
(a) Ligamentum Patellae. Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.
(b) Ligamentum Collaterale Fibulare. Ligamentum ini menye-rupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus lateralis dan dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui bursa m. poplitei.
(c) Ligamentum Collaterale Tibiae. Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a. inferior medialis genu .
(d) Ligamentum Popliteum Obliquum. Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus.
(e) Ligamentum Transversum Genu. Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus, terdiri dari jaringan connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya, sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang.
(2) Ligamentum Intracapsular
Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intracapsular yang sangat kuat, saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae.
a) Ligamentum Cruciata Anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk mencegah femur bergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut berada dalam keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.
b) Ligamentum Cruciatum Posterior
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan berjalan kearah atas, depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat-serat anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi, ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.
b. Cartilago semilunaris (Meniscus)
Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk “C”, yang pada potongan melintang berbentuk segitiga, seperti terlihat pada gambar di bawah.. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas . Permukaan atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris.

Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis untuk menerima condylus femoris yang cekung.

a) Cartilago Semilunaris Medialis
Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berhubungan dengan cartilago semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang disebut ligamentum transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamentum collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif tetap.
b) Cartilago Semilunaris Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris.
Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis femoris.
Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang demikian ini cartilago semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di bandingkan dengan cartilago semilunaris medialis.

c. Capsule articularis
Capsula articularis terletak pada permukaan posterior dari tendon m. quadriceps femoris dan didepan menutupi patella menuju permukan anterior dari femur diatas tubrositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai loose membran yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang tebal dari ligamentum patellae dan dari bagian tengah dari retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniscus dan ke bawah melekat pada ligamentum cruciatum anterior.
Selanjutnya capsula articularis ini menutupi kedua ligamentun cruciatum pada sendi lutut sebagai suatu lembaran dan melintasi tepi posterior ligamentum cruciatum posterior. Dari tepi medial dan lateral dari fascies articularis membentuk dua tonjolan , lipatan synovial, plica alares yang terkumpul pada bagian bawah. Kesemuanya hal ini membentuk suatu synovial villi.
Plica synovialis patellaris, membentang pada bagian belakang yang mengarah pada bidang sagital menuju cavum sendi dan melekat pada bagian paling bawah dari tepi fossa intercondyloidea femoris. Plica ini merupakan lipatan sagital yang lebar pada synovial membran.
Lipatan ini membagi cavum sendi menjadi dua bagian, berhubungan dengan dua pasang condylus femoris dan tibiae.
Lipatan capsul sendi pada bagian samping berjalan dekat pinggir tulang rawan. Sehingga regio epicondylus tetap bebas. Kapsul sendi kemudian menutupi permukaan cartilago, dan bagian permukaan anterior dari femur tidak ditutupi oleh cartilago.
Pada tibia capsul sendi ini melekat mengelilingi margo infraglenoidalis, sedikit bagian bawah dari permukaan cartilago, selanjutnya berjalan kebawah tepi dari masing-masing meniscus.

d. Bursa pada sendi
Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang terletak di bagian bawah dan belakang pada sisi lateral didepan dan bawah tendon origo m. popliteus. Bursa ini membuka kearah sendi melalui celah yang sempit diatas meniscus lateralis dan tendon m. popliteus.
Banyak bursa berhubungan sendi lutut. Empat terdapat di depan, dan enam terdapat di belakang sendi. Bursa ini terdapat pada tempat terjadinya gesekan di antara tulang dengan kulit, otot, atau tendon.
(1) Bursa Anterior
(a) Bursa Supra Patellaris. Terletak di bawah m. quadriceps femoris dan berhubungan erat dengan rongga sendi.
(b) Bursa Prepatellaris. Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah patella dan bagian atas ligamentum patellae.
(c) Bursa Infrapatellaris Superficialis. Terletak pada jaringan subkutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah ligamentum patellae.
(d) Bursa Infapatellaris Profunda. Terletak di antara permukaan posterior dari ligamentum patellae dan permukaan anterior tibiae. Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui jaringan lemak dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.

(2) Bursa Posterior
(a) Recessus Subpopliteus. Ditemukan sehubungan dengan tendon m. popliteus dan berhubungan dengan rongga sendi.
(b) Bursa M. Semimembranosus. Ditemukan sehubungan dengan insertio m. semimembranosus dan sering berhubungan dengan rongga sendi.
Empat bursa lainnya ditemukan sehubungan dengan: (a) tendon insertio m. biceps femoris; (b) tendon m. sartorius , m. gracilis dan m. semitendinosus sewaktu berjalan ke insertionya pada tibia; (c) di bawah caput lateral origo m. Gastrocnemius; (d) di bawah caput medial origo m. gastrocnemius

e. Inervasi Sendi Lutut
Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan pada sendi lutut.
Sehingga sendi lutut disarafi oleh : (1) N. Femoralis; (2) N. Obturatorius; (3) N. Peroneus communis; dan (4) N. Tibialis.
f. Suplai darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior.
Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki vena femoralis.

h. Sistem Lymph
System limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia subcutaneous. Kemudian selanjutnya akan bergabung dengan lymph node sub inguinal superficialis.
Sebagian lagi aliran lymph ini akan memasuki lymph node popliteal, dimana aliran lymph berjalan sepanjang vena femoralis menuju deep inguinal lymph node.

i. Pergerakan Sendi Lutut
Pergerakan sendi lutut meliputi fleksi, ekstensi, dan rotasi.
(1) flexi:
Tungkai atas dan bawah digerakkan oleh: (a) m. biceps femoris, (b) m. semitendinosus, (c) m. semimembranosus, (d) m. gracilis, (e) m. Sartorius, (f) m. popliteus.
(2) ektensi:
m. quadriceps femoris dihambat oleh tegangnya seluruh ligamentum –ligamentum utama sendi.
(3) rotasi:
rotasi medial: m. sartorius, m. gracilis, m. Semitendinosus,
rotasi lateral: m. biceps femoris.


5. Aspek Histologis Sendi Lutut

Pada sendi sinovial, tulang yang saling berhubungan dilapisi oleh rawan sendi. Rawan sendi (avaskular dan tak memiliki saraf) berfungsi sebagai bantalan dan dibentuk oleh kondrosit (bertugas mensintesis dan memelihara matriks) dan matriks rawan sendi (terutama air, proteoglikan dan kolagen).
Membran sinovial, jaringan avaskular yang melapisi permukaan dalam kapsul sendi, tersusun 1 – 3 lapis sel sinovial (sinoviosit) A & B. Sinoviosit A yakni makrofag melepaskan debris sel ke dlm rongga sendi sementara sinoviosit B (fibroblas) berfungsi mensintesis dan mensekresi hialuronat yang berperan dalam lubrikasi.
Komponen cairan sendi mirip ultrafiltrat plasma. Pada umumnya kadar molekul dan ion kecil dalam cairan sendi sama dengan plasma, tetapi kadar proteinnya lebih rendah.
Ligamen dan kapsul sendi tersusun oleh serat kolagen, elastin dan proteoglikan.

6. Sendi Pergelangan Kaki dan Jari Kaki (Articulatio Metatarsopha-langeae dan Interphalangeae
Articulatio metatarsophalangeae dan interphalangea mirip dengan yang terdapat pada tangan. Ligamentum transversum profunda menghubungkan kelima jari kaki.
Gerakan Abduksi dan adduksi jari-jari yang dilakukan oleh mm. interoseii hanya sedikit dan berlangsung dari garis tengah jari kedua dan bukan jari ketiga seperti tangan.




2. METABOLISME PURIN

























a. Pendahuluan
Sebagaimana telah digambarkan dalam skema, purin merupakan komponen penyusun dari senyawa nukleoprotein. Hasil hidrolisis nukleoprotein dalam traktus digestivus menghasilkan senyawa-senyawa berupa protein, asam posfat, pentosa, dan basa purin atau pirimidin.
Basa purin dan pirimidin merupakan komponen utama DNA, RNA, dan koenzim (NAD, NADP, ATP, UDPG). Derivat purin berupa Adenin, Guanin, Hipoxantin, dan Xantin, sementara derivat pirimidin adalah Sitosin, Timin, dan Urasil. Sumber makanan di alam umumnya terdapat dalam bentuk nukleoprotein (untuk protein) untuk selanjutnya dikatabolisme dalam tubuh.
Nukleoprotein dipecah enzim proteolitik menjadi protein dan asam nukleat. Selanjutnya oleh enzim ribonuklease, deoksiribonuklease dan polinukleotidase, asam nukleat dipecah menjadi Mononukleotida. Nukleotida dihidrolisis oleh enzim nukleotidase dan fosfatase menjadi Nukleosida dan asam sulfat. Nukleosida mengalami fosforilasi usus menjadi basa purin atau pirimidin. Hasil oksidasi purin menghasilkan asam urat. Rincian reaksi sintesis asam urat akan dibahas lebih lanjut pada subsubbab Katabolisme Purin.

b. Biosintesis Nukleotida Purin
Nukleotida purin dan pirimidin disintesis in vivo dengan kecepatan yang konsisten dengan kebutuhan fisiologis. Mekanisme intrasel mendeteksi dan meregulasi besarnya jumlah kompartemen nukleotida trifosfat (NTP), yang meningkat selama masa pertumbuhan atau regenerasi jaringan ketika sel-sel membelah dengan cepat.
Ada tiga proses yang berperan dalam biosintesis nukleotida purin. Ketiga proses tersebut, diurutkan mulai dari yang paling penting, yaitu: (1) sintesis dari zat antara amfibolik (sintesis de novo), (2) fosforibosilasi purin, dan (3) fosforilasi nukleosida purin.
Lebih rinci mengenai biosintesa purin tidak akan dibahas dalam laporan ini mengingat relevansi terhadap kasus terbatas kepada reaksi katabolisme. Namun, berikut dicantumkan beberapa poin penting dalam reaksi biosintesis purin sebagai satu kesatuan subjudul metabolisme purin.

(1) Inosin Monoposfat (IMP) Disintesis dari Zat Antara Amfibolik


(2) “Reaksi Penyelamatan” mengubah purin dan nukleosidanya menjadi mononukleotida

(3) Umpan balik AMP dan GMP meregulasi PRPP Glutamil Amidotransferase

Pu + PR-PP  Pu-RP + Ppi
PuR + ATP  PuR-P + ADP

(4) Umpan-Balik AMP & GDP meregulasi pembentukan AMP & GMP dari IMP





c. Katabolisme Purin
(1) Manusia mengatabolisme purin menjadi asam urat
Manusia mengubah adenosin dan guanosin menjadi asam urat. Adenosin mula-mula diubah menjadi inosin oleh adenosin deaminase. Selain pada primata tingkat tinggi, uratase (uricase) mengubah asam urat menjadi alatoin, suatu produk yang larut-air pada mamalia. Namun, karena manusia tidak memiliki uritase, produk akhir metabolisme purin adalah asam urat.
99% asam urat manusia didapat dari substrat oleh nukleosida purin fosforilase (komponen penting pada purin salvage pathway. 18-20 % dari asam urat yang hilang tidak diekskresi dalam urine akan dipecah jadi CO2 dan amonia diekskresi dalam empedu untuk masuk dalam usus dan dipecah oleh flora usus.
Pertama-tama, adenosin mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosine deaminase. Lalu terjadi fosforolisis ikatan N-glikosidat inosin dengan guanosin yang dibantu oleh enzim nukleosida purin fosforilase, sehingga terjadi pelepasan senyawa ribosa 1-fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanine akan membentuk xantin dalam reaksi yang masing-masing dikatalisis oleh enzim xantin oksidase dan guanase. Xantin akan teroksidasi menjadi asam urat dengan bantuan xantin oksidase.
Pada manusia pemecahan asam urat menjadi CO2 dan NH3 tidak tergantung dari flora usus. Na-urat pada manusia akan difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorbsi dan sebagian disekresikan pada tubulus proximal loop dari Henle dan direabsorbsi lagi oleh tubulus distalis. Total ekskresi asam urat manusia dalam 24 jam = 400-600 mg

(2) Gout adalah gangguan metabolik katabolisme purin
Berbagai defek genetik pada PRPP sintease bermanisfestasi secara klinis sebagai gout (pirai). Masing-masing defek-misalnya peningkatan Vmax, peningaktan afinitas terhadap ribosa 5-fosfat, atau resistensi terhadap inhibisi umpan balik-menyebabkan produksi dan ekskresi berlebihan berbagai katabolit purin. Ketika kadar asam urat serum melebihi batas kelarutannya, terjadiah kristalisasi natrium urat di jaringan lunak dan sendi sehingga menimbulkan reaksi inflamasi, arthritis gout. Namun, sebagian besar kasus gout mencerminkan gangguan pengaturan asam urat di ginjal.

3. Interpretasi Hasil Laboratorium

Variabel diukur Nilai normal Tuan X Indikasi
Ureum 10-50 mg/dL 34 mg/dL Uremia
Creatinin 0,6-1,3 mg/dL 1,0 mg/dL -
Uric acid 3,5 – 8,0 mg/dL 11,1 mg/dL Hiperuricemia
Urine uric 250-750 mg/24 jam 240 mg/24 jam Undersecretion

Peningkatan ureum dalam darah( uremia) terjadi karena:
a. Faktor prerenal:
1. Shok
2. Penurunan volume darah ke ginjal
3. Perdarahan
4. Dehidrasi
5. Peningkatan katabolisme protein pada hemolisis
6. Luka bakar, demam tinggi dan trauma
b. Faktor renal:
1. Gagal ginjal akut (GGA)
2. Glumerulo nefritis
3. Hipertensi maligna
4. Nekrosis kortek ginjal
5. Obat- obat nefrotoksik
c. Faktor post renal:
1. Obstruksi ureter oleh batu, tumor, dan radang
2. Penyempitan atau penyumbatan uretra oleh karena prostat hipertropi, striktura dll.

4. GOUT ARTHRITIS

a. Pendahuluan
Gout arthritis adalah penyakit di mana terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangannya melalui ginjal yang menurun, maupun akibat tingginya asupan makanan kaya purin.
Penyakit asam urat (arthritis gout) termasuk dalam penyakit reumatik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetic asam urat yaitu tingginya kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia). Tapi tidak semua serangan nyeri asam urat (artritis gout akut) disertai dengan hiperurisemia. Hal ini terjadi karena pemicu nyeri bukan karena kadarnya yang tinggi tapi fluktuasi kadar asam urat dalam darah.
Asam urat atau uric-acid merupakan hasil akhir nucleic acid atau metabolisme zat purin (salah satu unsur protein) dalam sel tubuh. Asam urat ini dibawa ke ginjal melalui aliran darah untuk dikeluarkan bersama air seni. Ginjal yang sehat akan mengatur kadar asam urat dalam darah agar selalu dalam kadar normal. Namun, asam urat yang berlebihan tidak akan tertampung dan terolah seluruhnya oleh tubuh. Kelebihan itu akhirnya menumpuk pada sendi dan jaringan.

b. Etiologi

Penyebab timbulnya gejala artritis akut adalah reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal monosium urat monohidrat (MSUMH). Sehingga dari penyebabnya, penyakit ini digolongan sebagai kelainan metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yaitu hiperurisemia. Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena dua hal:
(1) Pembentukan asam urat yang berlebihan (overproduction).
a. Gout primer metabolik, disebabkan sintesis langsung yang bertambah.
b. Gout sekunder metabolik, disebabkan oleh pembentukan asam urat yang berlebihan karena penyakit lain seperti leukemia, terutama bila diobati dengan sitostatika, psoriasis, polisitemia vera, dan mielofibrosis.
(2) Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal (undersecretion).
(a) Gout primer renal, terjadi karena gangguan ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat, misalnya: hipertensi, hipoglikemia, ketosis, diabetes, dan mengkonsumsi obat tertentu (pirazinamid/obat anti TBC, obat diuretic/ HCT, salisilat).
(b) Gout sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, misalnya gagal ginjal kronik.
(3) Perombakan dalam usus yang berkurang, namun secara klinis hal ini tidak begitu penting.

c. Faktor Resiko
(1) Genetika. Delapan belas persen penderita gout mempunyai sejarah keluarga dengan hiperurisemia, dan terjadiya gout cenderung meningkat bila kadar asam urat meningkat.
(2) Obesitas. Kebanyakan kasus gout diakibatkan oleh karena berat badan berlebih, terutama bila BMI >25. Mengurangi berat badan akan mengurangi risiko terjadinya gout.
(3) Hipertensi. Studi di Inggris meneliti insidensi gout pada laki-laki dan perempuan penderita hipertensi selama 8 tahun. Insidensi pada perempuan hipertensi dan kontrol rendah, tetapi pada laki-laki risiko terkena gout adalah empat kalinya bila tanpa terapi diuretik, dan enamkali apabila dalam terapi diuretik
(4) Konsumsi alkohol. Bir bukan hanya berisi alkohol tetapi juga purin. Standard bir selain mengandung alkohol, juga mengandung 8mg purin per 100ml. Alkohol dapat meningkatkan nilai asam urat dengan menyediakan sumber purin yang tinggi serta menghasilkan produk samping metabolisme alkohol (asam laktat) yang dapat menghambat ekskresi asam urat.
(5) Jenis kelamin. Perempuan mempunyai hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine. Sementara pada pria, asam uratnya cenderung lebih tinggi daripada perempuan karena tidak memiliki hormon estrogen tersbut.
(6) Usia. Kadar asam urat kaum pria cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan itu dimulai sejak masa menopause.
(7) Hiperurisemia Hiperurisemia mengakibatkan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Hiperurisemia dapat terjadi bisa terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat (overproduction), penurunan ekskresi asam urat urin (underexcretion), atau gabungan keduanya
(8) Sejarah keluarga
(9) Fungsi ginjal menurun
(10) Trauma

d. Epidemiologi
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang disampaikan oleh Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13,6/1000 pria dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalensi diantara pria African American lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pria Caucasian.
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang arthritis puirai (AP). Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van Der Horst melaporkan 15 pasien gout yang berobat, rata-rata sudah mengidap penyakit selama lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri. Satu study yang lama di Massachusetts (Framingham Study) mendapatkan lebih dari 1% dari populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7mg/100 ml pernah mendapat serangan arthritis gout akut.
a. Prevalensi
Menurut studi, konsentrasi asam urat (risiko gout), berkorelasi dengan umur, kadar kreatinin dalam serum, kadar nitrogen urea dalam darah, gender laki-laki, tekanan darah, berat badan, dan konsumsi alkohol. Ada korelasi langsung antara kadar asam urat dalam serum dengan insidensi dan prevalensi gout. Pada tahun 1999, menurut penelitian, prevalensi gout dan hiperurisemia di USA adalah 41 per 1000, dan di UK prevalensi gout adalah 14 per 1000.
Laju prevalensi tahunan dari gout dan hiperurisemia meningkat, terutama pada manula Prevalensi hiperurisemia kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi. Sedangkan prevalensi gout juga bervariasi antara 1-15,3%. Pada suatu studi didapatkan insidensi gout 4,9% pada kadar asam urat darah >9 mg/dL, 0,5% pada kadar 7-8,9%, dan 0,1% pada kadar <7 mg/dL. Insidensi kumulatif gout mencapai angka 22% setelah 5 tahun, pada kadar asam urat >9 mg/dL
b. Insidensi ( Umur, sex insidensi spesifik dari gout di UK 1999)
Prevalensi secara keseluruhan dari dignosa gout adalah 1,4% atau 14 per 1000, pada tahun 1999. Ratio laki-laki : perempuan adalah 3,6 : 1. Gout terjadi makin sering pada laki-laki dibanding perempuan, pada usia lebih tua, pada kadar asam urat lebih tinggi dan ada kaitannya dengan hipertensi

e. Diagnosis
Adapun kriteria diagnosis untuk menentukan kemungkinan penyakit yang diderita Tuan X adalah sebagai berikut:
(1) Anamnesis
(a) Sejarah gout dalam keluarga Anda; (b) Riwayat serangan mendadak radang sendi yang mempengaruhi satu sendi, terutama jempol kaki, kaki, pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, atau jari; (c) Sejarah pergelangan tangan atau kaki keseleo atau tendonitis tanpa cedera atau gejala Anda hilang sendiri dalam waktu sekitar satu minggu; (d) Cedera atau pembedahan terakhir. (e) Infeksi terakhir pada kulit, ginjal, kandung kemih, atau paru-paru; (f) Penggunaan alkohol. (g) Paparan yang beresiko; (h) Diet terakhir; (i) Kondisi medis, termasuk tekanan darah tinggi, trigliserida tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan diabetes; (j) Penggunaan obat tertentu, terutama diuretik dan aspirin.

(2) Pemeriksaan fisik
(a) Mengukur suhu. Demam mungkin menyertai serangan gout.
(b) Periksa kulit di atas sendi yang menyakitkan untuk melihat apakah itu hangat, nyeri tekan, merah, atau mengupas.
(c) Periksa kulit di atas sendi yang terkena untuk pemotongan yang dapat menjadi sumber infeksi.
(d) Rasakan sendi untuk menilai nyeri.
(e) Periksa rentang gerak sendi yang terkena.
(f) Periksa tangan, siku, kaki, pergelangan kaki, lutut, dan telinganya, kumpulan kristal asam urat yang disebut tophi.


(3) Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan laboratorium
(i) kadar asam urat yang tinggi dalam darah (> 6 mg%)
(ii) leukositosis ringan dan LED meninggi sedikit.
(iii) Kadar asam urat dalam urin juga sering tinggi (500 mg%/liter per 24 jam)
(iv) Pemeriksaan cairan tofi: ditemukan gambaran kristal asam urat (berbentuk lidi) pada sediaan mikroskopik. (GOLD STANDARD)


(b) Radiologi
Umumnya non-spesifik. Kelainan utama radiografi pada long standing adalah inflamasi asimetri, arthritis erosive yang kadang-kadang disertai nodul jaringan lunak.
(i) Sinar-X: Sendi akan mengalami penyempitan dan destruksi pada permukaan sendi, tofi terlihat seperti pembengkakan jaringan lunak, dan terjadi erosi pada tepi tulang
(ii) MRI: Tulang mengalami edema dan pembengkakan
Berdasarkan subkomite The American Rheumatism Association, cara lain untuk menegakkan diagnosis adalah dengan menemukan 6 dari 12 tanda dan gejala penderita gout arthritis, yaitu:
(a) Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut
(b) Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari
(c) Oligoarthritis (jumlah sendi yang meradang kurang dari 4)
(d) Kemerahan di sekitar sendi yang meradang
(e) Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau membengkak
(f) Serangan unilateral (satu sisi) pada sendi metatarsophalangeal pertama
(g) Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki)
(h) Tofi (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi
(i) Hiperurisemia (kadar asam urat dalam darah pria lebih dari 7,5 mg/dL dan pada wanita lebih dari 6 mg/dL)
(j) Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja)
(k) Serangan arthritis akut berhenti secara menyeluruh.
(l) Kultur bakteri sendi negatif.


f. Patofisiologi



Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, suatu produk sisa yang tidak mempunyai peran fisiologi. Manusia tidak memiliki urikase yang dimiliki hewan, suatu enzim yang menguraikan asam urat menjadi alantoin yang larut dalam air. Asam urat yang terbentuk setiap hari di buang melalui saluran pencernaan atau ginjal.
Pada keadaan normal, jumlah asam urat terakumulasi pada laki-laki kurang lebih 1200mg dan pada perempuan 600mg. Jumlah akumulasi ini meningkat beberapa kali lipat pada penderita gout. Berlebihnya akumulasi ini dapat berasal dari produksi berkelebihan atau ekskresi yang kurang. Meskipun asupan purin berlebih, dalam keadaan normal, seharusnya ginjal dapat mengekskresikannya. Pada kebanyakan pasien gout (75-90%), clearence asam urat oleh ginjal sangat menurun.
Produksi normal asam urat dalam tubuh manusia dengan fungsi ginjal normal dan diet bebas purin adalah 600mg per hari.23 Meningkat pada penderita gout maupun hiperurisemia. Hiperurisemia didefinisikan sebagai konsentrasi asam urat dalam serum yang melebihi 7mg/dL. Konsentrasi ini adalah batas kelarutan monosodium urat dalam plasma. Pada konsentrasi 8mg/dL atau lebih, monosodium urat lebih cenderung mengendap di jaringan. Pada pH 7 atau lebih asam urat ada dalam bentuk monosodium urat.
Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga sumber: purin dari makanan, konversi asam nukleat dari jaringan, pembentukan purin dari dalam tubuh. Ketiga-tiganya masuk dalam lingkaran metabolisme menghasilkan diantaranya asam urat.
Beberapa sistim enzim mengatur metabolisme purin. Bila terjadi sistim regulasi yang abnormal maka terjadilah produksi asam urat yang berlebihan. Produksi asam urat berlebihan ini dapat juga terjadi karena adanya peningkatan penguraian asam nukleat dari jaringan, seperti pada myeloproliferative dan lymphoproliferative disorder. Purin dari makanan tidak ada artinya dalam hiperurisemia, selama semua sistim berjalan dengan normal.
Dua abnormalitas dari dua enzim yang menghasilkan produksi asam urat berlebih: peningkatan aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP) synthetase menyebabkan peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci sintesa purin, berarti juga asam urat. Yang kedua adalah defisiensi hypoxanthine guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT).
Defisiensi HGPRT meningkatkan metabolisme guanine dan hipoxantin menjadi asam urat.
Berkurangnya ekskresi asam urat ditemukan pada kurang lebih 90 % penderita gout. Penyebab kurangnya ekskresi asam urat tidak diketahui, tetapi faktor seperti obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, menurunnya fungsi ginjal, konsumsi alkohol dan obatobatan tertentu memegang peranan. Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan hiperurisemia dan gout. Diuretik loop dan tiazid, yang menghalangi ekskresi asam urat pada distal tubular, adalah obat penyebab hiperurisemia. Jarang menyebabkan gout akut, tetapi mendorong terbentuknya tofi di sekitar sendi yang rusak, terutama pada jari. Salisilat dosis rendah memberi efek yang sama. Obat sitoksik menyebabkan produksi asam nukleat berlebih pada pengobatan leukemia, limfoma, karena mereka meningkatkan kecepatan sel mati.
Yang perlu diketahui juga berkaitan dengan patofisiologi GA adalah kelarutan asam urat berkurang pada cuaca yang dingin dan pH yang rendah. Kemungkinan penyebab mengapa pada cuaca dingin lebih terasa nyeri. Selain itu estrogen cenderung mendorong ekskresi asam urat, kemungkinan penyebab mengapa insidensi perempuan premenopause rendah.





g. Patogenesis

.
Pada bagian sintesis sebelumnya telah dijelaskan mekanisme kristalisasi MSU. Berikut akan dijabarkan patogenesis gout arthritis.
Kristal yang dibebaskan bersifat kemotaktik dan juga mengaktifkan komplemen, dengan pembentukan C3a dan C5a yang menyebabkan penimbunan neutrofil dan makrofag di sendi dan membrane sinovium.
Kristal MSUM yang dibentuk in vivo, biasanya akan dibungkus oleh protein. Bila pembungkusnya adalah IgG maka IgG ini akan bereaksi dengan reseptor Fc pada permukaan sel fagosit dan merangsang fagositosis dan fagolisosom. Enzim-enzim fagolisosomal akan melepaskan IgG dari permukaan kristalnya akibatnya ikatan hidrogen pada permukaan sel akan menyebabkan membranolisis fagolisosom.
Pada proses ini akan dilepaskan berbagai mediator inflamasi, seperti kemotaktik enzim lisosomal, eikosanoid, IL-1, IL-6, radikal oksigen dan kolagenase. Produksi eukasinoid akan melepaskan protein-pengaktif fosfolipase sehingga akan dilepaskan fosfolipase-A. Fosfolipase A akan berperan aktif dalam pemecahan asam lemak dari membran fosfolipid dan proses ini hanya dapat dihambat oleh kolkisin.
Selain di bungkus dengan IgG, kristal MSUM juga dibungkus oleh apolipoprotein-E yang diproduksi oleh sel-sel pelapis sinovial. Apo-E ternyata memiliki kemampuan untuk menghambat fagositosis dan respon seluler akibat kristal MSUM.
Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat dari ruang sinovia ke dalam plasma hanya setengah air. Dengan demikian, konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dan plasma pada siang hari. Selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu berbaring akan terjadi peningkatan urat lokal. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya onset gout pada malam hari pada sendi yang bersangkutan.
Di ginjal dapat dibentuk dua macam kristal urat, yaitu kristal MSUM yang dapat terbentuk pada PH fisologik dan kristal asam urat yang dapat terbentuk di saluran pengumpul (collecting duct) bila PH urin turun. Di jaringan ginjal dapat dibentuk mikrotofi akibat gout dan hiperurisemia. Konsentrasi asam urat yang tinggi di dalam urin dapat menyebabkan nefropati obstruktif akibat pembentukan kristal asam urat yang berlebih. Sel-sel pelapis tubulus dapat menfagositosis kristal MSUM dan asam urat dan mengakibatkan keadaan patologik lokal di tempat itu. Keadaan ini sering terjadi pada sindrom lisis tumor.
Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B4.
Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif. Makrofag juga ikut serta dalam cedera sendi ini. Setelah menelan Kristal urat, sel ini mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi, seperti IL-1, IL-6, Il-8, dan TNF. Mediator ini di satu pihak memperkuat respons peradangan dan di pihak lain mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk mengeluarkan protease (missal, kolagenase) yang menyebabkan cedera jaringan.
Perlu di ingat bahwa sinovium dan kapsul sendi diinervasi oleh mekanoreseptor, pleksus saraf, dan ujung bebas saraf yang tidak dibungkus myelin. Ujung saraf ini merupakan neuron aferen primer yang berfungsi sebagai saraf sensoris dan memiliki neuropeptida yang disebut substansi-P (SP). Hal ini mengapa ketika cedera mengenai sinovium maka akan terasa nyeri, berupa nyeri tekan.

(1) Aspek seluler Arthritis Gout

Keterangan :
(a) TNF memiliki efek biologis sebagai berikut :
(i) Pengerahan neutrofil dan monosit ke tempat infeksi serta mengaktifkan sel-sel tersebut untuk menyingkirkan mikroba.;
(ii) Merangsang fagosit mononuclear untuk mensekresikan IL-1 dengan efek seperti TNF;
(iii) Produksi TNF dalam jumlah besar dapat mencegah kontraktilitas miokard dan tonus otot polos vascular yang menurunkan tekanan darah atau syok.
(b) IL-1. Fungsi utama adalah sama dengan TNF, yaitu mediator inflamasi yang merupakan respons terhadap infeksi dan rangsangan lain.
(c) IL-6. Dalam imunitas non spesifik, IL-6 merangsang hepatosit untuk memproduksi APP dan bersama CSF merangsang progenitor di sumsum tulang untuk memproduksi neutrofil.
Dalam imunitas spesifik, IL-6 merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma yang memproduksi antibody.
(d) IL-8. Aktivitas biologinya yaitu menyebabkan migrasi neutrofil, monosit, dan sel T, menyebabkan neutrofil melekat pada sel-sel endotel dan mengeluarkan histamine dari basofil, memacu angiogenesis, menekan proliferasi dari sel-sel pendahulu hati.
(e) IL-12. Efek biologis IL-12 adalah merangsang produksi IFN-γ oleh sel NK dan sel T, diferensiasi sel T CD4+ menjadi sel Th1 yang memprodukai IFN-γ.


Secara sistematis, patogenesis gout arthritis dijawabarkan pada skema sebagai berikut:






































h. Perjalanan Penyakit
Perjalanan klinis dari penyakit gout dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu:
1) Tahap Asimptomatik : Keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut arthri¬tis gout, atau urolitiasis, dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik. Terdapat 10-40% subyek dengan gout mengalami sekali atau lebih serangan kolik renal, sebelum adanya serangan arthritis.
(2) Tahap Akut. Serangan akut pertama datang tiba-tiba dan cepat memuncak, umumnya terjadi pada tengah malam atau menjelang pagi. Serangan ini berupa rasa nyeri yang hebat pada sendi yang terkena, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan perlahan-lahan akan sembuh spontan dan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 14 hari.


(3) Tahap Interkritikal. Pada tahap ini penderita dapat kembali bergerak normal serta melakukan berbagai aktivitas olahraga tanpa merasa sakit sama sekali. Kalau rasa nyeri pada serangan pertama itu hilang bukan berarti penyakit sembuh total, biasanya beberapa tahun kemudian akan ada serangan kedua. Namun ada juga serangan yang terjadi hanya sekali sepanjang hidup, semua ini tergantung bagaimana si penderita mengatasinya.
4). Tahap Kronik : kronik tofaseus gout. Stadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1, ole¬kranon, tendon Achilles dan jari tangan. Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di seki-tarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta menimbulkan deformitas.

Selain itu tofi juga sering pecah dan sulit sembuh, serta terjadi infeksi sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretik.
Pada beberapa studi didapatkan data bahwa durasi dari seran-an akut pertama kali sampai masuk stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan rata-rata 11,6 tahun. Pada sta¬dium ini sering disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun/gagal ginjal kronik. Timbunan tofi bisa ditemukan juga pada miokardium, katub jantung, system konduksi, beberapa struktur di organ mata terutama sklera, dan laring.
.
i. Manifestasi Klinis
(1) Tanda-tanda inflamasi
Peradangan adalah reaksi vaskular yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringa interstisial di daerah cedera atau nekrosis

(a) Nyeri
Mekanisme Nyeri
Terdiri dari empat proses :
1. Transduksi / aktivasi reseptor.




2. Transmisi



3. Modulasi
Pada kornu dorsalis medulla spinalis.
4. Persepsi
Pesan nyeri direlai ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan

Pada proses fagositosis oleh sel polimorfonuklear, terjadi pengingkatan konsumsi Oksigen dan produksi radikal Oksigen bebas seperti Anion superoksida (O2-) dan hydrogen peroksida (H2O2). Kedua radikal oksigen ini akan membentuk radikal hidroksil reaktif yang dapat menyebabkan depolimerasi hialuronat sehingga dapat merusak rawan sendi dan menurunkan viskositas cairan sendi.


Bagan Nyeri Inflamasi pada sendi:























Mengapa Nyeri tersebut Hanya Dirasakan pada Jempol Kaki Kiri?
Persendian adalah sendi-sendi yang bergerak, yaitu : sendi jari-jari dan sendi yang yang menopang tubuh, yaitu : sendi lutut, sendi pinggul dan sendi punggung. Selain itu jari ,lutut, hip, back juga merupakan tempat bertumpunya beban pada tubuh.

Hiperurisemia → kristalisasi asam urat ( MSU / Monosodium Urat ) → mengendap di sendi lutut → m’aktivasi komplemen C1q → m’aktivasi faktor Hagemann → m’aktivasi prekelikrein → kelikrein → m’ikat kininogen → bradikinin → merangsang serabut syaraf ( nosiresptor ) → nyeri pd jempol kaki kiri.


(b) Bengkak dan Kemerahan
Tumor atau pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel–selyang berpindah dari aliran darah kejaringan interstitial.campuran cairan dan sel-sel ini yang tertimbun didaerah peradangan sehingga menimbulkan eksudat.

Mekanisme bengkak & kemerahan di sekitar jempol kaki kiri:
Hiperurisemia → kristalisasi asam urat ( MSU / Monosodium Urat ) → mengendap di sendi lutut → m’aktivasi komplemen C1q → mengaktivasi faktor Hagemann (F.XII) → mengaktivasi prekelikrein → kelikrein → mengikat kininogen → bradikinin → vasodilatasi vaskuler → pe↑ permeabilitas vaskuler → aliran darah >> & penyumbatan lokal ( hiperaremia ) di jempol kaki kiri → bengkak & kemerahan pada jempol kaki kiri

(c) Sensasi panas
Hiperurisemia → kristalisasi asam urat (MSU/Monosodium Ura ) → mengendap di sendi lutut → m’aktivasi komplemen C1q → m’aktivasi faktor Hagemann (F.XII) → m’aktivasi prekelikrein → kelikrein → m’ikat kininogen → bradikinin → vasodilatasi vaskuler → pe↑ permeabilitas vaskuler → aliran darah >> & penyumbatan lokal ( hiperaremia ) di jempol kaki kiri → hangat, bengkak & kemerahan pada jempol kaki kiri

(2) Manifestasi lainnya
Secara klinis, gout ditandai dengan timbulnya arthritis, tofi, dan batu ginjal yang disebabkan karena terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapan dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Tofi seringkali terbentuk pada daerah telinga, siku, lutut, dorsum pedis, dekat tendo Achilles pada metatasofalangeal digiti I, dan sebagainya. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Biasanya sehari sebelumnya, pasien masih tampak sehat tanpa keluhan apapun. Tiba-tiba pada tengah malam terbangun oleh rasa sakit yang sangat hebat
Daerah khas yang paling sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki sebelah dalam, disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan, dan nyeri sekali bila disentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu namun kemudian menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut sendiri juga merupakan predileksi kedua untuk serangan ini.
Manifestasi klinik selanjutnya adalah tofi, Tofi merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak. Sering timbul di tulang rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan manifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan arthritis pertama. Tofi ini sering pecah dan agak sulit disembuhkan dengan obat sehingga dapat menyebabkan infeksi sekunder.


J. Diagnosis banding
Osteoarthritis Rheumathoid arthritis Gout arthritis
Jenis Degeneratif Autoimun Reumatik
Usia > 50 tahun Semua usia Pria usia 30-an dan wanita yang sudah mengalami menopause
Simetris/tidak Tidak Simetris Tidak
Lokasi yang terkena Sendi tangan, kaki, tulang belakang, lutut, panggul Sendi jari tangan, kaki, pergelangan tangan dan kaki, siku, panggul, lutut Sendi pangkal ibu jari kaki, pergelangan kaki, lutut, siku, pergelangan tangan/jari tangan
Khas nyeri Nyeri bertambah ketika aktifitas Kaku sendi pada pagi hari Nyeri mendadak biasanya pada malam hari
Faktor genetik Ada Ada Ada

Selain ketiga hal di atas, terdapat beberapa penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding gout arthritis, yaitu: septic arthritis, CPPD, acute rheumatic fever, palindromic rheumatism, dan psoriasis arthrisis.

k. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan Gout arthritis adalah:
(1) Mengobati serangan akut secara baik dan benar
(2) Mencegah serangan ulangan artritis gout akut
(3) Mencegah kelainan sendi yang berat akibat penimbunan kristal urat
(4) Mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat peningkatan asam urat pada jantung, ginjal dan pembuluh darah.
(5) Mencegah pembentukan batu pada saluran kemih.
Makin cepat seseorang mendapat pengobatan sejak serangan akut, makin cepat pula penyembuhannya. Pengobatan dapat diberikan obat anti inflamasi nonsteroid (antirematik) dan obat penurun kadar asam urat (obat yang mempercepat/meningkatkan pengeluaran asam urat lewat kemih (probenecid) atau obat yang menurunkan produksi asam urat (allopurinol).

(1) Strategi terapi
(a) Nonstreoid Anti-inflammatory Drugs- NSAIDs
Terdapat beberapa jenis NSAID, namun tidak semua memiliki efektivitas dan keamanan yang baik untuk terapi gout akut. Beberapa NSAID yang diindikasikan untuk mengatasi gout arthritis akut dengan kejadian efek samping yang jarang terjadi yaitu:
(i) Naproxen
Naproxen merupakan NSAID turunan asam propionat yang berkhasiat antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Naproxen telah menjadi salah satu pilihan pertama karena khasiatnya dan kejadian efek sampingnya yang jarang.
(ii) Natrium Diklofenak
Natrium Diklofenak merupakan golongan NSAID turunan asam propionat yang memiliki cara kerja dan efek samping yang sama dengan naproxen.
(iii) NSAID selektif COX-2
Merupakan golongan NSAID yang mempunyai tingkat keamanan saluran cerna atas lebih baik dibanding NSAID non-selektif.
(b) Colchicine
Colchicine tidak direkomendasikan untuk terapi jangka panjang gout akut. Colchicine hanya digunakan selama saat kritis untuk mencegah serangan gout.
(c) Kortikosteroid
Kortikosteroid sering digunakan untuk menghilangkan gejala gout akut dan akan mengontrol serangan. Kortikosteroid ini sangat berguna bagi pasien yang dikontraindikasikan terhadap golongan NSAID. Jika goutnya monarticular, pemberian antra-articular yang paling efektif.

Terapi selama simptom hilang ditujukan untuk meminimalkan penumpukan urat di jaringan, yang akan menyebabkan benjolan-benjolan arthritis semakin kronis, dan untuk mengurangi frekuensi kekambuhan dan tingkat keparahan.

(2)Pengaturan Diet
Selain jeroan, makanan kaya protein dan lemak merupakan sumber purin. Padahal walau tinggi kolesterol dan purin, makanan tersebut sangat berguna bagi tubuh, terutama bagi anak-anak pada usia pertumbuhan. Kolesterol penting bagi prekusor vitamin D, bahan pembentuk otak, jaringan saraf, hormon steroid, garam-garaman empendu dan membran sel. Orang yang kesehatannya baik hendaknya tidak makan berlebihan. Sedangkan bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri terhadap hal-hal yang bisa memperburuk keadaan. Misalnya, membatasi makanan tinggi purin dan memilih yang rendah purin.
Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan yang banyak mengandung purin tinggi. Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin:
(a) Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram makanan) adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis, kerang, sardin, herring, ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta makanan dalam kaleng.
(b) Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100 gram makanan) adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerang-kerangan, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya, kangkung.
(c) Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram makanan) adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.

Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl dengan tidak mengonsumsi bahan makanan golongan A dan membatasi diri untuk mengonsmsi bahan makanan golongan B. Juga membatasi diri mengonsumsi lemak serta disarankan untuk banyak minum air putih. Apabila dengan pengaturan diet masih terdapat gejala-gejala peninggian asam urat darah, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terdekat untuk penanganan lebih lanjut.
Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja terlalu berat, cepat tanggap dan rutin memeriksakan diri ke dokter. Karena sekali menderita, biasanya gangguan asam urat akan terus berlanjut.

(3) Pengurangan kadar asam urat
Indikasi diperlukannya penurunan kadar asam urat meliputi sering munculnya artritis akut yang tidak terkontrol oleh pemberian colchicine untuk profilaksis, penumpukan asam urat/benjolan, atau kerusakan ginjal. Hiperurisemia dengan serangan nyeri yang jarang tidak membutuhkan pengobatan, demikian juga yang tidak menunjukkan gejala. Tujuan terapi yang diharapkan yaitu mempertahankan kadar asam urat di bawah 6mg/dL. Dua kelas obat yang dapat digunakan untuk menurunkan asam urat serum yaitu uricosuric dan allopurinol. Pemilihan salah satu atau keduanya bergantung pada hasil pemisahan asam urat dalam urin selama 24 jam. Nilai di bawah 800 mg mengindikasikan undersecretion asam urat, maka perlu uricosuric. Pasien dengan kadar asam urat lebih dari 800 mg menunjukkan adanya produksi yang berlebihan dan membutuhkan allopurinol.
(a) Uricosuric
Obat ini memblok reabsorpsi tubular dimana urat disaring sehingga mengurangi jumlah urat metabolik, mencegah pembentukan benjolan baru dan memperkecil ukuran benjolan yang telah ada. Uricosuris seperti probenesid dan sulfinpirazon dapat diberikan sebagai pengganti allopurinol, namun probenesid tidak diindikasikan untuk gout yang akut. Pembentukan kristal urat dalam urin bisa terjadi dengan urocisuric dan penting untuk memastikan jumlah urin cukup yaitu 2000 ml atau lebih untuk mencegah pengendapat kristal urat di saluran urin. Saat diberikan secara kombinasi dengan colchicine, akan mengurangi frekuensi kekambuhan gout akut. Uricosuric tidak efektif pada pasien dengan gangguan renal dengan serum kreatinin lebih dari 2 mg/dL.
(b) Allopurinol
Sebagai penghambat xantin oksidase, allopurinol segera menurunkan plasma urat dan konsentrasi asam urat di saluran urin serta memfasilitasi mobilisasi benjolan. Obat ini sangat bermanfaat bagi pasien dengan gagal ginjal atau batu urat yang tidak dapat diberi urocisuric. Biasanya obat ini diberikan sekali sehai sebab metabolit aktif allopurinol waktu paruhnya panjang. Dosis awalnya 100 mg diberikan selama 1 minggu; kemudian dinaikkan jika kadar asam urat masih tinggi. Kadar asam urat serum akan dicapai dengan dosis harian 200-300 mg. Seringkali kombinasi allopurinol dengan uricosuric akan sangat membantu. Allopurinol tidak dianjurkan untuk pengobatan hiperurisemia asimtomatik dan gout yang aktif.




















(4) Pencegahan
Makanan yang mengandung tinggi purin dan tinggi protein sudah lama diketahui dapat menyebabkan dan meningkatkan risiko terkena gout.

(a) Pembatasan purin
Apabila telah terjadi pembengkakan sendi maka penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin. Namun karena hampir semua bahan makanan sumber protein mengandung nukleoprotein maka hal ini hampir tidak mungkin dilakukan. Maka yang harus dilakukan adalah membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin per hari (diet normal biasanya mengandung 600-1.000 mg purin per hari). Makan-makanan yang mengandung purin antara lain:
Jeroan (jantung, hati, lidah ginjal, usus); Sarden; Kerang; Ikan herring; Kacang-kacangan; Bayam; Udang; dan Daun melinjo

(b) Kalori sesuai kebutuhan
Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin

(c) Tinggi karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi karbohidrat kompleks ini sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari. Karbohidrat sederhana jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan sirop sebaiknya dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah.

(d) Rendah protein
Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa. Asupan protein yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah sebesar 50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg berat badan/hari. Sumber protein yang disarankan adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju dan telur.

(e) Rendah lemak
Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori.

(f) Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui urin. Karena itu, Anda disarankan untuk menghabiskan minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air minum ini bisa berupa air putih masak, teh, atau kopi. Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga boleh dikonsumsi karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai kandungan lemak yang tinggi.

(g) Tanpa alkohol
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh.

k. Komplikasi
(1) Cacat
(2) Tofi
(3) Penyakit ginjal, Terdapat tiga bentuk ke-lainan ginjal yang diakibatkan hiperurisemia dan gout :
a. Nefropati urat, yaitu deposisi kristal urat di interstitial medulla dan pyramid ginjal,merupakan proses yang kronik, ditandai dengan adanya reaksi sel giant di sekitarnya.
b. Nefropati asam urat, yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar pada duktur kolektivus dan ureter, sehingga me-nimbulkan keadaan gagal ginjal akut. Disebut juga sindrom lisis tumor, dan sering didapatkan pada pasien leukemia dan limfoma pasca kemoterapi.
c. Nefrolitiasis, yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan gout primer.
(4) Nekrosis yang avaskular dari tulang paha (femoral head)
(5) Batu ginjal dan kerusakan tubuh yang dapat menyebabkan gagal kronis

l. Prognosis
Tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat berlangsung berhari-hari, bahkan beberapa minggu. Periode asimptomatik akan memendek apabila penyakit menjadi progresif. Semakin muda usia pasien pada saat mulainya penyakit, maka semakin besar kemungkinan menjadi progresif. Arthtritis tofi kronik terjadi setelah serangan akut berulang tanpa terapi yang adekuat. Pada pasien gout ditemukan peningkatan insidens hipertensi, penyakit ginjal, diabetes mellitus, hipertrigliseridemia, dan aterosklerosis. Penyababnya belum diketahui.


m. Kompetensi Dokter Umum


Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
Tingkat Kemampuan 3
3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.



Berdasarkan tabel di atas, kompetensi dokter umum dalam kasus gout arthritis adalah 3a.




DAFTAR PUSTAKA


Liu-Bryan. 2009. Intracellular Innate Immunity in Gouty Arthritis: Role of NALP3 Inflammasome. HTML dari (http://www.nature.com) diakses 26 Agustus 2010

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

S. Snell, Richard. 2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kasper, MD dkk, Harrison Principles of internal medicine 16th ed, McGraw-Hill
Suparyanto. 2010. Metabolisme Purin dan Pirimidin. HTML dari (http://dr-suparyanto.blogspot.com) diakses 24 Agustus 2010
Anonim. 2009. Asam Urat. HTML dari (http://www.anneahira.com) diakses 24 Agustus 2010
Anonim. 2009. Apakah Sebenarnya Penyakit Asam Urat itu?. HTML dari (http://koranindonesiasehat.wordpress.com) diakses 24 Agustus 2010
Muhjafar. 2008. Asam Urat. HTML dari (http://jafar2001.blogdetik.com) diakses 24 Agustus 2010
Knutsen, Alan P. 2010. HTML dari (http://emedicine.medscape.com) diakses 24 Agustus 2010
Anonim. 2010. HTML dari (http://www.iaea.org) diakses 24 Agustus 2010
Anonim. 2010. Laboratorium Kesehatan. HTML dari (http://labkesehatan.blogspot.com) diakses 23 Agustus 2010
Arian, Robertus. 2010. Asam Urat dan Nyeri Sendi. HTML dari (http://robertusarian.wordpress.com) diakses tanggal 23 Agustus 2010
Koswara, Sutrisno. 2010. Kacang-Kacangan Sumber Serat yang Kaya Gizi. HTML dari (http://ebookpangan.com) diakses tanggal 23 Agustus 2010
PAPDI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Leboratorium dan Diagnostik Edisi 6. EGC : Jakarta.
Anonim. 2010. HTML dari (http://www. kemangmedicalcare.com) diakses 26 Agustus 2010
Anonim. 2010. HTML dari (http://www.jakartalantern.com) diakses 23 Agustus 2010
Sugiri, Arief. 2009. Antara Gout dan Hiperuricemia. HTML dari (http://arif-sugiri.blogspot.com) diakses 23 Agustus 2010

Ptosis

Skenario D blok 8
Mrs Y, 30 years old, come to your practice cause of ptosis. She has got trauma on palpebra superior since one year ago. She could not do binocular vision.
Phisical examination musculus levator action : negative, caused of N.III
I. Klarifikasi Istilah
1. Ptosis : prolapsnya organ atau jaringan atau
turunnya kelopak mata atas akibat
kelumpuhan (Dorland, 2002).
2. Palpebra superior : kelopak mata atas (Dorland, 2002).
3. Trauma : luka atau cidera, baik fisik maupun psikis
(Dorland, 2002).
4. Binocular vision : penggunaan kedua mata bersamaan tanpa
diplosi (persepsi adanya dua bayanagan dari satu objek).
5. Musculus elevator action : gerakan pada bagian otot yg mengangkat
organ atau jaringan
6. N.III (N. Oklomotorius) : nervus yang berasal dari batang otak yang
yang mempersarafi levator palpebra
superior, seluruh oto ekstrinsik mata kecuali
rektus lateralis dan oblikus superior
(Dorland, 2002).
II. Identifikasi masalah
1. Ny. Y mengeluh ptosis.
2. Ny. Y pernah mendapat truma pada palpebra superior sejak satu tahun yang lalu, sehingga kedua matanya tidak dapat melihat secara binocular vision.
3. Pemeriksaan fisik dengan gerakan musculus levator (negatif, N.III)

III. Analisis Masalah
1. Bagaimana anatomi dari mata (inervasi, vaskularisai, otot pada palpebra)?
Terlampir disintesis
2. Bagaimana Fisiologi dari mata (inervasi, vaskularisai, otot pada palpebra)?
Terlampir disintesis
3. Bagaimana anatomi dari N.III ( N. Okulomotoris)?
Terlampir di sintesis
4. Bagaimana .hubungan jenis kelamin,umur, dengan gejala yang dialami Ny. Y?
Tidak ada hubungan jenis kelamin dan umur dengan gejala yang dialami Ny. Y. Kasus aquired ptosis( didapat) yang diderita oleh Ny. Y
5. Apa yang dimaksud dengan ptosis?
Ptosis adalah kondisi kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal seperti mata normal ketika memandang lurus ke depan (Drooping eye lid)atau dengan kata lain ptosis adalah posisi dimana kelopak mata jauh lebih rendah dari posisi normal.
6. Bagaimana hubungan trauma dengan ptosis?
Trauma yang dialami oleh Ny. Y ini kemungkinan besar mengakibatkan kerusakan pada nervus okulomotorius. Nervus okulomotorius ini mempersarafi musculus Levator palpebra superior yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atas. Jika terjadi kerusakan pada nervus tersebut ,sinyal tidak dapat disampaikan ku musculus Levator palpebra superior. Hal ini mengakibatkan gangguan kontraksi otot yang lama kelamaan akan menurunkan tonus otot sehingga terjadi ptosis.
7. Bagaimana penjelasan no binocular vision?
No binocular vision adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat melihat suatu objek dengan kedua mata secara fokus. Satu objek yang dilihat akan tampak memiliki dua bayangan.
Ada pun syarat terjadinya binocular Vision adalah
• Tidak adanya kerusakan otot eksternal dan internal bola mata
• Tidak adanya gangguan akomondasi mata
• Tidak adanya gangguna persepsi dari retiana ke otak
8. Bagaimana hubungan trauma dengan no binocular vision?
Trauma yang dialami oleh Ny. Y ini kemungkinan besar mengakibatkan kerusakan pada nervus okulomotorius. Nervus okulomotorius ini selain mempersarafi musculus Levator palpebra superior juga mempersarafi musculus cilliaris musculus cilliaris yang berfungsi memipihkan dan mencembungkan retina, hal ini akan berpengaruh daya akomondasi mata. Nervus ini juga mempersarafi musculus rectus yang berfungsi dalam pergerakan bola mata yang akan mempengaruhi sudut dari bola mata. Musculus sphiccer pupille juga di persarafi oleh nervus ini yang hubungan dengan pupil. Jadi gangguan – gangguna tersebut dapat menyebabkan penglihatan menjadi no binocular vision.
9. Bagaimana hubungan ptosis dengan no binocular vision?
Ini menunjukan bahwa adanya kerusakan atau parese dari nervus okulomotorius.
10. Bagaimana cara pemeriksaan.fisik dari N.III?
N.III adalah nervus jenis motorik murni,jadi dalam melakukan pemeriksaan perlu dilakukan inspeksi,palpasi,gerakan aktif,gerakan pasif dan koordinasi gerakan pada otot-otot yang dipersarafi oleh N.III dalam kasus ini adalah musculus levator palpebra.
• Inspeksi: kita dapat melihat sikap,bentuk,ukuran dan ada tidaknya gerakan yang tidak dapat dikendalikan dari otot tersebut
• Palpasi: palpasi dilakukan untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri takan dan untuk menilai kekuatan otot tonus
• Gerakan pasif: gerakan pasif dilakukan dengan cara menyuruh pasien untuk mengistirahatkankan ototnya dan pada saat yang bersamaan kita mengerakkan otot pasien. Pada pasien normal, maka kita akan mendapatkan tahanan otot yang berarti pada saat kita menggerakkan otot tersebut.
• Gerakan aktif: gerakan aktif nin dilakukan dengan dua cara,pertama; pasien disuruh untuk menggerakan ototnya kemudian kita menahan gerakannya, kedua; pasien suruh mengerakkan ototnya dan suruh dia untuk menahan gerakannya sendiri
• Kordinasi gerakan: tindakan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kerja sama yang baik atar otot.
11. Bagaimana interpratasi hasil pemeriksaan fisik?
Dari pemeriksaan fisik dapat kita ketahui bahwa ptosis yang dialami oleh Ny. Y diakibatkan karena adanya kerusakan pada nervus okulomotoriusi atau parase pada nervus okulomotorius bukan pada ototnya, musculus levator palpebrae.
12. Apa diagnosis banding dari penyakit yang diderita?
Diagnosis banding dari kasus ini menurut Irga,2010 adalah:
• Myastenia Gravis
• Botulinism
• Paralysis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi vaskular.
• Distrofi miotonik.
• Tumor, trauma, jaringan sikatrik pada palpebra.
• Horner syndrom (ptosis, miosis dan dishidrosis ipsilateral).
• Oftalmopolegia eksternal menahun
• Distrofi muskular progesif
• Blepharophimosis
• Ptosis senilis


13. Bagaimana cara menegakkan diagnosis?
Terlampir disintesis
14. Apa working diagnosis pada kasus ini?
` ptosis
15. Apa etiologi dari penyakit yang diderita Ny. Y?
Terlampir disintesis
16. Bagaiman epidemiologi?
Terlampir disintesis
17. Bagaimana patofisiologi?
Patofisiologi dari ptosis ini bergantung dengan faktor pencetus terjadinya ptosis. Dalam kasus ini ptosis disebabkan oleh adanya trauma pada musculus levator palpebra superior yang mengakibatkan terjadinya parese pada nervus okulomotorius.
18. Bagaimana manifestasi klinis?
Terlampir disintesis
19. Bagaimana penatalaksanaan?
Terlampir disintesis
20. Bagaimana prognosis?
Prognosis dari kasus ini adalah dubia at bonam jika dilakukan operasi dengan tepat.
21. Bagaimana kompetensi dokter umum pada kasus ini?
Kompetensi dokter umum pada kasus ptosis adalah tingkat 2,yang mana dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter, dan dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

IV. Kerangka konsep

V. Hipotesis
Ny. Y, 30 tahun menderita ptosis dan mengalami no binocular vision karena parese di N. III
VI. Learning issues
No Topik What I Know What I Don’t Know What I Have To Prove Source

1 Anatomi mata Definisi Perdarahan, inervasi dan fisiologi Lokasi kemungkinan terkena


Jurnal dan buku teks
2 Fisiologi mata Definisi Perdarahan, inervasi dan fisiologi Fungsi yang terganggu
3 Nervus III Definisi Fisiologi, otot-otot yang dipersarafi dan patofisiologi parese Nervus III Fungsi yang terganggu
4 Ptosis Definisi Epidemiologi, patogenesis, penatalaksanaan, pencegahan, prognosis, komplikasi, DD Penyebab dan mekanisme ptosis

VII. Sintesis
A. Anatomi dan Fisiologi Mata
1. Palpebra

Palpebra terletak di depan mata yang melindungi mata dari cidera dan cahaya berlebihan. Palpebra superior lebih besar dari palpebra inferior. Kedua palpebra bertemu di sudut medial dan lateral. Celah yang berbentuk elips di antara palpebra disebut fissura palpebrae ( Snell,2000)
Permukaan superfisial palpebra ditutupi kuliit dan permukaan dalamnya diliputi conjunctiva. Di tepi bebas palpebra terdapat bulu mata dan beberapa kelenjar, yaitu glandula sebasea, glandula ciliaris, dan glandula tarsalis. Galndula sebasea dan tarsalis memproduksi bahan berminyak yang mencegah lubernya air mata dan membantu menutup mata dengan kuat, sedangkan glandula ciliaris merupakan modifikasi dari kelenjar keringat ( Snell,2000).

Di dekat sudut medial mata terdapat papilla lacrimalis. Puncak papilla lacrimalis disebut punctum lacrimale yang berhubungan dengan canaliculus lacrimalis dan mengalirkan air mata ke rongga hidung. Conjunctiva adalah membran mucosa tipis yang melapisi palpebra. Epitelnya melanjutkan diri dengan epitel cornea. Jadi conjunctiva membentuk ruang potensial, yaitu saccus conjunctivalis ( Snell,2000).

Kerangka fibrosa palpebra dibentuk oleh lembaran membranosa, septum orbitale. Septum ini melekat pada pinggir orbita. Septum ini menebal pada pinggir kelopak mata membentuk tarsus yang merupakan jaringan ikat padat berbentuk bulan sabit. Ujung lateral tarsus dilekatkan pada ligamentum palpebrae laterale. Ujung medial tarsus dilekatkan pada ligamentum palpebrae mediale ke krista ossis lacrimalis.
Gerakan Palpebra
Posisi palpebra pada waktu istirahat bergantung pada tonus m. Orbicularis oculi dan m. Levator palpebrae serta posisi bola mata. Palpebra menutup bila m. Orbicularis oculi kontraksi dan m. Levator palpebrae superioris relaksasi. Mata terbuka apabila m. Levator palpebrae superioris kontraksi dan m. Orbicularis oculi relaksasi.
Pada waktu melihat ke atas, m. Levator palpebra superioris berkontraksi dan bergerak bersama bola mata. Pada waktu melihat ke bawah, kedua palpebra bergerak ke bawah. Palpebra superior terus menutupi kornea bagian atas dan palpebra inferior agak tertarik ke bawah.

Otot-Otot Palpebra
M. Levator Palpebrae Superioris
• Origo
Permukaan bawah ala minor ossis sphenoidalis, di atas canalis opticus.
• Insersio
Berupa otot gepeng yang melebar sewaktu berjalan ke depan,berakhir di anterior pada aponeurosis yang lebar dan terbelah menjadi dua lamellae. Lamela superior berinsersio pada permukaan interior tarsus superior dan kulit palpebra superior. Lamela inferior berisi serabut otot polos yang melekat pada peinggir tarsus superior.
• Persarafan
n. oculomotorius dan otot polos dipersarafi oleh saraf simpatis dari ganglion cervicalis superius.
• Fungsi
Mengangkat palpebra superior dan stimulasi saraf simpatis membuat semakin terangkatnya palpebra superior.
M. Orbicularis Oculi Pars Palpebrae
• Origo
Ligamentum palpebrae medialis
• Insersio
Raphe palpebrae lateralis
• Persarafan
N. facialis
• Fungsi
Menutup kelopak mata dan dilatasi saccus lacrimalis

Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V


B. Inervasi Palpebra
Serabut otot muskulus orbikularis okuli pada kedua palpebra dipersarafi cabang zigomatikum dari nervus fasialis sedangkan muskulus levator palpebra dan beberapa muskulus ekstraokuli dipersarafi oleh nervus okulomotoris. Otot polos pada palpebra dan okuler diaktivasi oleh saraf simpatis. Oleh sebab itu, sekresi adrenalin akibat rangsangan simpatis dapat menyebabkan kontraksi otot polos tersebut (Encyclopædia Britannica, 2007).

C. Nervus Okulomotorius ( N. III )
Nervus oculomotorius merupakan saraf motoris dan mempersarafi otot-otot ekstrinsik yang terdapat di dalam orbita seperti m. Levator palpebrae superioris, m. Rectus superioris, m. Rectus medius, m. Rectus inferior, dan m. Obliquus inferior. Saraf ini juga mempersarafi m. Sphincter puppilae dan m. Ciliaris bersama serabut parasimpatis.( Snell,2007)

Perjalanan saraf
Aspek anterior mesenchepalon, medial terhadap psedunculus cerebri  di antara A. Cerebrelli superior dan posterior  ke depan di dalam dinding lateral sinus cavernosus  bercabang dua menjadi ramus superior dan inferior  menuju orbita melalui fissura orbitalis superior (Snell,2007 )
Pada kasus ini nervus yang terkena adalah N. III
Nervus oculomotorius
N. III adalah saraf motoris dan mempersarafi otot-otot ekstrinsik bola mata berikut ini yang terdapat di dalam orbita: m.levator palpebrae superior, m. Rectus superioris, m. Rectus superior, m. Rectus medius, m. Rectus inferior, dan m. Obliquus inferior. Saraf ini juga mempersyarafi m. Sphincter pupillae dan m. Ciliaris bersama dengan serabut parasimpatis.
N. III keluar dari aspek anterior mesencephalon, medial terhadap pedunculus cerebri

Gbr. 1. Pandangan lateral tengkorak, memperlihatkan falx cerebri, tentorium cerebelli, batang otak dan ganglio trigeminus
Saraf ini berjalan dekat dan di antara A. Cerebri posterior dan A. Cerebelli superior

Gbr. 2. Arteri dan saraf otak dilihat pada permukaan inferior otak.

Kemudian berjalan ke depan di dalam dinding lateral sinus cavernosus dan bercabang dua menjadi ramus superior dan ramus inferior, yang akan menuju orbita melalui Fissura orbitalis superior.
Ramus superior masuk ke orbita melalui bagian bawah fissura orbitalis superior di dalam annulus tendineus.


Gbr 3
Cabang ini mempersyarafi m. Rectus superior, kemudian menembus otot ini dan mempersyarafi M. Levator palpebrae superioris yang ada di atasnya.
Ramus inferior masuk ke orbita dengan cara yang sama dan memberikan cabang-cabang ke m. Rectus inferior, m. Rectus medialis, dan m. Obliquus inferior. Saraf ke m. Obliquus inferior membrikan sebuah cabang yang berjalan ke gangglion ciliaris dan membawa serabut-serabut parasimpatis ke m. Sphincter pupillae dan m. Ciliaris.
- Origo: Belakang orbita
Insersio: Permukaan anterior dan pinggir atas tarsus Otot-otot yang dipersyarafi oleh N. III
Otot-otot ekstrinsik bola mata (otot lurik)
M. Rectus superior
- Origo: Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita
- Insersio: Permukaan superior bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-scleral
- Fungsi: Mengangkat cornea ke atas dan medial
M. Rectus inferior
- Origo: Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita
- Insersio: Permukaan inferior bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-scleral
- Fungsi; Menurunkan cornea ke bawah dan medial
M. Rectus Medialis
- Origo: Annulus tendineus communis pada dinding posterior orbita
- Insersio: Permukaan medial bola mata tepat posterior terhadap taut corneo-scleral
- Fungsi: memutar bola mata sehingga cornea menghadap ke medial
M. obliquus inferior
- Origo: Dasar orbita
- Insersio: Permukaan lateral bola mata, profunda terhadap m. Rectus lateralis
- Fungsi: Memutar bola mata sehingga cornea menghadap ke atas dan lateral
Otot-otot Intrinsik Bola Mata (Otot Polos)
M. sphincter pupillae
- persyarafan: syaraf parasimpatis melalui n. Occulomotorius
- Fungsi: Konstriksi pupil
M. Ciliaris
- Persyarafan: syaraf parasimpatis melalui n. Occulomotorius
- Fungsi: Mengatur bentuk lensa, pada akomodasi membuat lensa lebih bulat
Otot-Otot Palpebra
- M. Levator palpebrae superioris
- superior
- Persyarafan: Otot lurik oleh n. III, dan otot polos (otot-otot Muller) oleh syaraf simpatis
Fungsi: Mengangkat palpebra superior

D. Ptosis
Ptosis adalah kondisi kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal seperti mata normal ketika memandang lurus ke depan (Drooping eye lid). Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata normal. Normalnya kelopak mata terbuka adalah = 10 mm. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot levator palpebra superior ( otot kelopak mata atas ). Rata – rata lebar fisura palpebra / celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar 11 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata – rata diameter kornea secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah = 11 mm. Bila tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm kornea bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 1 atau 2 mm kebawah masih dapat dikatakan normal, termasuk ptosis ringan, jika menutupi kornea 3 mm termasuk ptosis sedang, dan jika menutupi kornea 4 mm termasuk ptosis berat ( Mahendra,2010)

Etiologi
Berdasarkan Irga, 2010, etiologi ptosis secara garis besar dapat dibedakan atas 2, yaitu :
1. Ptosis yang didapatkan (aquired); pada umumnya disebabkan oleh:
a. Faktor mekanik
A kibat berat yang abnormal dari palpebra dapat menyulitkan otot levator palpebra mengangkat palpebra. Hal ini dapat disebabkan oleh inflamasi akut atau kronik berupa edema, tumor atau materi lemak yang keras, misalnya xanthelasma.

b. Faktor miogenik
Ptosis pada satu atau kedua kelopak mata sering merupakan tanda awal myasthenia gravis dan kejadiannya diatas 95% dari kasus yang ada.
c. Faktor neurogenik (paralitik)
Terdapat intervensi pada jalur bagian saraf cranial III yang mempersarafi otot levator pada tingkat manapun dari inti okulomotor ke myoneural junction.
Ptosis didapat (acquired) biasanya terjadi unilateral.
d. Faktor trauma
Trauma tumpul maupun tajam pada aponeurosis levator maupun otot levator sendiri juga menyebabkan ptosis. Pada pemeriksaan histologik, defek terjadi karena adanya kombinasi faktor miogenik, aponeurotik dan sikatriks. Perbaikan terkadang terjadi dalam 6 bulan atau lebih, jika tidak ada perbaikan maka tindakan pembedahan dapat menjadi alternatif.

2. Ptosis kongenital; akibat kegagalan perkembangan m.levator palpebra. Dapat terjadi sendiri maupun bersama dengan kelainan otot rektus superior (paling sering) atau kelumpuhan otot mata eksternal menyeluruh (jarang). Hal ini bersifat herediter( Irga, 2010 ).

Epidemiologi
Sampai saat ini insidens ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital dapat mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis sama antara pria dan wanita. Ptosis kongenital biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran ( Irga, 2010)
Patofisiologi
. Kelopak mata diangkat oleh kontraksi m. levator superioris palpebrae.
Dalam kebanyakan kasus ptosis kongenital, sebuah hasil kelopak mata droopy dari disgenesis myogenic lokal. Daripada serat otot normal, jaringan berserat dan lemak yang hadir di dalam otot, mengurangi kemampuan m. levator untuk kontrak dan bersantai.Oleh karena itu, kondisi ini biasa disebut ptosis kongenital myogenic. ptosis kongenital juga dapat terjadi ketika inervasi untuk m. levator terganggu melalui disfungsi neurologis atau sambungan neuromuskuler

Klasifikasi
Berdasarkan onset dibagi menjadi ( Setiana,2010)
1. Konginental ( paling sering disebabkan kelainan myogenik )
Ptosis kongenital ada sejak lahir dan biasanya mengenai satu mata dan hanya 25% mengenai ke 2 mata. Ptosis terjadi karena kesalahan pembentukan (maldevelopment) otot kelopak mata atas dan tidak adanya lipatan kelopak mata, tetapi kerusakan mendasarnya kemungkinan timbul pada persarafan dibandingkan otot itu sendiri, karena sering ditemukan lemahnya otot rektus superior yang dipersarafi oleh Saraf / Nervus III. . Ptosis yang terjadi pada masa perkembangan bayi dapat menyebabkan amblyopia, yang terjadi pada satu atau kedua mata dimana kelopak mata menutupi visual axis, terutama jika berhubungan dengan ptosis kongenital (ptosis yang didapat dari lahir). Amblyopia dari ptosis berhubungan dengan astigmatisme tinggi. Ptosis menimbulkan tekanan pada kelopak mata dan dengan waktu dapat merubah bentuk kornea yang menimbulkan cylinder tinggi. Anak – anak dengan congenital ptosis dan amblyopia harus dipertimbangkan untuk melakukan operasi ptosis, dan kelainan refraksi yang mereka miliki harus diterapi dengan kontak lens, dan untuk amblyopianya harus dilakukan terapi oklusi (tutup mata).

2. Didapat ( paling sering disebabkan kelainan aponeuretik )
Acquired ptosis sering terlihat pada pasien berusia lanjut. Umumnya disebabkan bertambah panjangnya (stretching) otot levator palpebra (otot yang berfungsi mengangkat kelopak mata), trauma/pasca kecelakaan, pertambahan usia, pengguna contak lens dan luka karena penyakit tertentu seperti stroke, diabetes, tomor otak, kanker yang mempengaruhi saraf atau respon otot, horner sindrom dan myasthenia gravis.

Berdasarkan etiologi dibagi menjadi ( Setiana,2010) :
A. Kelainan perkembangan levator
Digolongkan sebagai ptosis konginental sejati .Terjadi akibat distrofi otot – otot levator yang mempengaruhi kontraksi dan relaksasi serat – serat otot .Ditandai dengan :
• Ptosis pada posisi primer memandang
• Palpebra hanya sedikit bergerak saat memandang keatas dan terjadi gangguan putupan saat melihat kebawah .

• Keterlambatan palpebra saat memandang kebawah adalah petunjuk penting untuk diagnosis kelaian perkembangan levator .

Ptosis konginental terkadang sering disertai dengan adanya strabismus dan pada 25 % kasus sering disertai bersamaan dengan distrofi muskulus rektus superior yang berakibat kelemahan pandangan keatas .

B. Ptosis myogenik lainnya
1. Blepharophimosis
Adalah Penyempitan fisura palpebra abnormal pada arah horizontal , disebabkan oleh pergeseran lateral kanthus internus. Penyebab 5 % kasus ptosis konginental , bersifat familier , merupakan penyakit autoso- maldominant hereditary, yang ditandai dengan ptosis bilateral (3) . normalnya lebar fisura palpebra adalah 28 – 30 mm tetapi pada keaadaan ini lebar fisura bisa hanya mencapai ½ lebar normal

2. Oftalmopolegia eksternal menahun
Adalah penyakit neuro muskuler herediter progresif lambat , yang dimulai dipertengahan kehidupan , dimana semua otot ekstraokuler termasuk levator dan otot – otot ekspresi muka berangsur – angsur terkena. Biasanya bersifat , bilateral , simetris dan progresif ptosis, namun reaksi pupil dan akomodasi normal . untuk dapat mengangkat palpebra biasanya pasien menggunakan M. Frontalis. Kelainan ini dapat muncul disemua usia dan berkembang selama periode 5 – 15 tahun menjadi ophtaloplegia ekternal total . Penyakit ini berhubungan dengan delesi DNA mitokondrial .
Sindroms kearns sayre Adalah suatu keadaan yang merupakan kombinasi antara ophtalmoplegia eksternal progresif kronik , blok jantung dan renitis pigmentosa.

2. Distrofi muskular progesif
termasuk kelompok myopati (kelainan otot) degeneratif (kemunduran) yang disebabkan oleh kelainan genetik dan ditandai dengan kelemahan dan atrofi (pengerutan) otot tanpa mempengaruhi sistem saraf . ptosis yang terjadi sering bersamaan dengan diplopia . terkadang pada pasien dengan mya

3. Myestenia gravis
Suatu gangguan neuro muskular yang diduga disebabakan oleh adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada neuro muskular jungtion. Merupakan myogenik ptosis yang bilateral dan asimetris, dimana terdapat kelelehan palpebra. ptosis yang terjadi sering bersamaan dengan diplopia . terkadang pada pasien dengan myestenia gravis sering mengalami tymoma , sehingga butuh penanganan lebih lanjut.

Ptosis pada pasien myasthenia hanya memberikan sedikit respon terhadap pemberian anticholin estrase atau steroid. Pembedahan yang digunakan sebagai terapi blepharoptosis pada pasien myasthenia harus ditunda sampai terjadi peningkatan keadaan umum yang baik.

C. Ptosis Aponeurotik
Terjadi akibat disinsersi parsial dan putusnya aponeurosis levator dari tarsus., umumnya terdapat cukup sisa perlekatan ke tarsus yang dapat mengangkat palpebra saat melihat keatas . tetap tersisanya perlekatan aponeurosis levator kekulit dan muskulus orbicularis menghasilkan lipatan palpebra yang sangat tinggi , dapat pula terjadi penipisan palpebra dimana bayangan iris tampak terbayang melalui kulit palpebra superior .Penyebab paling sering dari diinsersi levator adalah trauma .
Kerusakan pada aponeurosis ini menimbulkan gejala ptosis pada operasi mata , blepharochalasis , kehamilan dan penyakit grave

D. Ptosis neurogenik
Ptosis neurogenik konginental dapat disebabkan karean defek yang timbul pada saat perkembangan embrional , kondisi ini jarang sekali terjadi , dan berkaitan dengan kelainian nervus cranial , sindorm horner ,dan sindrom marcus gunn ( fenonema berkedip- rahang )
a. Sindrom marcus gunn
Yang terjadi pada keadaan ini adalah mata membuka saat mandibula dibuka atau menyimpang ke sisi berlawanan . meuskulus levator yang mengalami ptosis disarafi oleh cabang – cabang motorik nervus trigeminus dan nervus oklomotorius.
Merupakan ptosis konginental neurogenik synkenetik . pada sindrom sinkenetik , palpebra unilateral yang megalami ptosis akan terelevasi dengan adanya gerakan mandibula, sehingga biasanya pertama kali diketahui oleh ibu bayi saat ia sedang menyussui atau merawat bayinya. Syinkenesis ini sering berhubungan dengan koneksi aberan antara bagian motorik nervus V dan M. Levator .
b. Sindrom horner
Terjadi akibat lesi di jalur simpatis baik pada:
1. Bagian sentralnya
yang berjalan dari hipothalamus posterior melalui batang otak ke korda spinalis bagian atas ( C8 – T2)
2. Bagian praganglion
Yang keluar dari korda spinalis dan bersinaps di ganglion servikalis (stelata superior)
3. Bagian pasca ganglion
Dari ganglion servikalis superior melalui pleksus karotikus dan devisi ofthalmicus saraf trigeminus yang masuk kedalam saraf orbita
Sindrom ini terjadi akibat manifestasi gangguan nervus simpatik yang berdampak pada ptosis, miosis unilateral , anhidrosis, hilangnya keringat pada wajah dan penurunan pigmen iris ( karena pematangan melanosit iris bayi amat bergantung pada saraf simpatis).
Blepharoptosis yang terjadi adalah akibat berkurangnya inervasi simpatis ke otot – otot muller palpebra superior yang terkadang juga diikuti pada palpebra inferior yang jika kedua palpebra mengalami ptosis akan beradampak berkurangnya lebar vertikal fisura palpebra yang sering disalah diagnosis dengan enophthalmos.
Penyebab sindrom horner adalah fraktur vertebra servikalis , tabes dorsalis , siringomelia . tumor corda servikal .

c. Kelumpuhan okulomotorius
Paling sering disebabkan karena trauma , Dapat menyebabkan regenerasi aberan yang berdampak terjadinya gerakan yang tidak teratur pada bola mata , pupil dan palpebra . Tetapi regenerasi aberrant tidak terjadi pada ptosis konginental .
Kerusakan nervus III berdampak pada :
• Ptosis karena kelumpuhan m. Levator palpebra superiro
• Hilangnya reflek pupil
• Pelebaran pupil karena terputusnya serabut parasimpatis ke iris
• Abduksi bulbus oculi terarah sedikit kebawah karena kegiatan M. Rektus lateralis dan oblikus superior tidak seimbang
• Hilangnya daya akomodasi lensa karena lumpuhnya m. Ciliaris
Jika palpebra menutup total akan menimbulkana amblopia deprivasional
Penyebab kelumpuhan nervus III yang didapat bisa disebabkan karena kelainan fvaskularisasi ataupun compresi , kelainan vaskularisasi yang ada berhubungan dengan diabetes , hipertensi atau penyakit atrireosclerosis .kelainan nervus III akibat kelainan vaskulogenik tidak akan melibatkan abnormalitas pupil dan akan kembali spontan diikuti dengan pebaikan fungsi levator dalam 3 bulan . jika terjadi kegagalan perbaikan dalam waktu 3- 6 bulan maka harus dipikirkan penyebab kelainan adalah karena kompresi .
Setiap pasien dengan kelumpuhan nervus III yang ,elibatkan pupil diperlukan pemeriksaan neuro imaging untuk mengetahui apakah terdapat neoplasma yang menyebabkan kompresi .

D. Ptosis mekanik
Palpebra superior terhalang untuk membuka sempurna karena massa sebuah neoplasma atau tambatan dari pembentukan parut. Dapat disebabkan kelainan konginental seperti neuroma plexiform atau hemangioma , atau karena kelainan yang didapat seperti khalazion atau carsinoma sel sel squoamosa basal .

E. Ptosis nyata
Hipotropia dapat memberikan gambaran ptosis . bila mata melihat kebawah , palpebra superior tururn melebihi palpebra inferior . Fisura palpebra yang menyempit dan palpebra superior yang ptotik jauh lebih nyata dari bola mata yang hipotropik

Cara Tegakkan Diagnosis
Anamnesa: Pasien mengeluh sulit mengangkat kelopak mata atasnya sehingga lapangan pandang pasien jadi berkurang (Kesulitan membuka mata secara normal dan Adanya gangguan penglihatan.), Pasien mengeluhkan matanya seperti mata malas, jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.Peningkatan produksi air mata. Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata. Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.
Pemeriksaan mata pada ptosis
Tes tajam penglihatan, tes kelainan refraksi, hasil refraksi dengan sikloplegic juga harus dicatat.Kelainan strabismus / mata juling.Produksi air mata (Schirmer test).Diameter pupil dan perbedaan warna iris pada kedua mata harus diperiksa pada kasus Horner Syndrome.Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan pada mata.
Pemerikasaan untuk:
1. Tinggi vertikal fisura interpalpebra --Tinggi kelopak mata atau fissure palpebra diobservasi dan diukur. Pengukuran dilakukan dalam millimeter (mm), di ukur berapa besar mata terbuka pada saat melihat lurus / kedepan, melihat ke atas dan kebawah
2. Margin reflek distance ( MRD)Yaitu jarak antara pelpebra atas dan reflek cahaya yang jatuh pada kornea pada posisi primer . jika pasien juga mengeluhkan gangguan melihat pada waktu membaca maka MRD juga perlu dites saat posisi membaca
3. Liptan palpebra ats ( upper eyelid crease) Jrk antra lipat palpebra aas & gris pinggir plpebra (eyelid margin).
4. Fungsi lefator Meminta pasien untuk memandang keatas dan kebawah tampa harus mengangkat dahi dan menengadahkan kepala, agar dapat menilai fungsi levator tanpa bantuan muskulus frontalis.
Pemeriksaan penunjang Neuro imaging terkadang dibutuhkan untuk mengetahui pentebab defek nervus III apakah terdapat neoplasma yang mengkompresi N.III.
1. Palpebra Fissure Height
Jarak ini diukur pada posisi celah terlebar antara kelopak bawah dan kelopak atas pada saat pasien melihat benda jauh dengan pandangan primer.17 Fissura pada palpebra diukur pada posisi utama (orang dewasa biasanya 10-12 mm dengan kelopak mata teratas menutup 1 mm dari limbus). Jika ptosis unilateral, pemeriksa harus membedakan dengan artifak strabismus vertikal (hipotropia) atau retraksi kelopak mata kontralateral. Kelopak mata harus dieversi untuk menyingkirkan penyebab lokal ptosis misalnya konjungtivitis papilar raksasa. Jika ptosis asimetris, khususnya bila kelopak mata atas mengalami retraksi – dokter harus secara manual mengangkat kelopak yang ptosis untuk melihat jika terjadi jatuhnya kelopak atas pada mata lain.17
2. Margin-Reflex Distance---Jarak ini merupakan jarak tepi kelopak mata dengan reflek cahaya kornea pada posisi primer, normalnya ± 4 mm. Refleks cahaya dapat terhalang pada kelopak mata pada kasus ptosis berat dimana nilainya nol atau negatif. Bila pasien mengeluh terganggu pada saat membaca maka jarak refleks-tepi juga harus diperiksa.17
3. Upper Lid Crease---Jarak dari lipatan kelopak atas dengan tepi kelopak diukur. Lipatan kelopak atas sering dangkal atau tidak ada pada pasien dengan ptosis kongenital. 17
4. Levator Function---Untuk mengevaluasi fungsi otot levator, pemeriksa mengukur penyimpangan total tepi kelopak mata, dari penglihatan ke bawah dan ke atas, sambil menekan dengan kuat pada alis mata pasien untuk mencegah kerja otot frontalis. Penyimpangan normal kelopak atas adalah 14-16 mm. Sebagai tambahan, jarak refleks kornea - kelopak mata dan jarak tepi kelopak atas-lipatan kelopak atas diukur. 17
5. Bells Phenomenon---Penderita disuruh menutup/memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells Phenomenon (+).
Jarak penyimpangan fungsi kelopak mata :17 Baik : lebih dari 8 mm, Sedang : 5-8 mm, Buruk : kurang dari 5 mm

Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun untuk mengetahui adanya kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut kiranya dapat dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan mata dibutuhkan misalnya bila untuk melihat adanya massa tumor yang menyebabkan terjadinya ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya misalnya pada pupil yang abnormal

Manifestasi klinis
Symptoms / Gejala
- Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.
- Kesulitan membuka mata secara normal.
- Peningkatan produksi air mata.
- Adanya gangguan penglihatan.
- Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata.
- Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.( dokter-online.com)

Panatalaksanaan
Apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi.1,3 Penanganan ptosis pada umumnya adalah pembedahan. Pada anak-anak dengan ptosis tidak memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap diobservasi secara periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah terjadinya ambliopia, pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika hanya untuk memperbaiki kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan dapat ditunda hingga anak berumur 3-4 tahun. ( Irga, 2010 )

Indikasi pembedahan
1. Fungsional--Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai ptosis pada anak-anak.
2. Kosmetik--Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi pandangan hanya mungkin jika fungsi levator tidak terganggu.

Kontra Indikasi pembedahan
1. Kelainan permukaan kornea
2. Bells Phenomenon negative
3. Paralisa nervus okulomotoris
4. Myasthenia gravis

Prinsip-Prinsip Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan anestesi lokal. Pada ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar pembedahan ptosis yaitu memendekkan otot levator palpebra atau menghubungkan kelopak mata atas dengan otot alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya dilaksanakan hanya setelah ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa pembedahan memiliki banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan sebelumnya dengan ahli bedah yang akan menangani pasien tersebut.

Beberapa Pembedahan Ptosis
1. Reseksi levator eksternal19
2. Reseksi levator eksternal diindikasikan pada kasus ptosis moderat sampai berat dengan fungsi kelopak yang buruk. Ptosis kongenital termasuk kategori tersebut.
3. Advancement of the levator aponeurosis atau Tucking19---Prosedur ini biasanya diindikasikan pada ptosis di dapat (acquired). Juga dapat dilakukan pada ptosis kongenital.
4. Frontalis sling---Pada kasus ptosis berat dengan fungsi palpebra 1-2 mm, frontalis sling merupakan pendekatan yang paling baik.18
5. Prosedur Fasenella – Servat,Operasi ini diindikasikan jika fungsi levator baik (10 mm) dan ptosis ringan (1-2 mm).

Pedoman yang dianjurkan Beard :
1. Ptosis kongenital ringan (1,5-2 mm) dengan fungsi levator yang masih baik (8 mm atau lebih) : reseksi 10 – 13 mm.
2. Ptosis kongenital sedang (3 mm) : fungsi levator baik (8 mm atau lebih) : dipotong 14 – 17 mm; fungsi yang kurang (5-7 mm) : direseksi 13 – 22 mm fungsi yang buruk (0-4 mm): reseksi 22 mm atau lebih.
3. Ptosis kongenital berat (4 mm atau lebih) dengan fungsi yang kurang sampai buruk : reseksi 22 mm atau lebih atau lakukan sling frontalis
Kebanyakan operasi ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau otot-otot tarsus superior (atau keduanya). Banyak cara, dari kulit maupun dari konjungtiva, kini dipakai. Pada tahun-tahun terakhir ini, titik berat diletakkan pada keuntungan membatasi operasi pada perbaikan dan reseksi aponeurosis levator, terutama pada ptosis yang didapat.( Irga,2010)
Pasien dengan sedikit atau tanpa fungsi levator memerlukan sumber pengangkatan alternatif. Menggantungkan palpebra pada kening (alis) memungkinkan pasien mengangkat palpebra dengan bantuan gerak alami muskulus frontalis. Fascia lata autogen biasanya dianggap sebagai alat terbaik untuk menggantung.

Prognosis
Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.( Irga,2010 )
• Ptosis kongenital tipe mild & moderate dpt mengalami perbaikan seiring dengan waktu tanpa komplikasi yg berat.
• Ptosis yang menyebabkan ambliopia membutuhkan terapi “Patching”
• Ptosis kongenital yang menyebabkan hambatan penglihatan sebaiknya segera ditangani dengan pembedahan
Preventive Tidak terdapat tindakan preventive untuk mencegah terjadinya ptosis.

E. Pemeriksaan nervus III,
Fungsi N III, IV, dan VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama. Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstraokular dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom N III mengatur otot pupil.
Cara pemeriksaan :
Selagi berwawancara dengan pasien perhatikan celah matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus, enoftalmus dan apakah ada strabismus. Selain tiu, apakah ia cenderung memejamkan matanya yang kemungkinan disebabkan oleh diplopia.
Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
Ptosis. Kelumpuhan nervus III dapat menyebabkan terjadinya ptosis, yaitu kelopak mata terjatuh, mata tertutup, dan tidak dapat dibuka. Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan m. Levator palpebrae. Kelumpuhan m. Levator palpebrae yang total mudah diketahui, karena kelompok mata sama sekali tidak dapat diangkat, mata tertutup. Pada kelumpuhan ringan kita bandingkan celah mata, pada sisi yang lumpuh celah mata lebih kecil dan kadang-kadang kita lihat dahi dikerutkan (m. Frontalis) untuk mengkompensasi menurunnya kelopak mata.
Untuk menilai tenaga m. Levator palpebrae pasien disuruh memejamkan matanya, kemudian ia disuruh membukanya. Waktu ia membuka mata, kita tahan gerakan ini dengan jalan memegang (menekan enteng) pada kelopak mata. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan mengangkat kelopak mata (m. Levator palpebrae). Pada pemeriksaan ini, untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m. Frontalis perlu diberi tekanan pada alis mata dengan tangan satu lagi.
Pupil. Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan, apakah sama (isokor), atau tidak sama (anisokor). Juga perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan rata tepinya (normal) atau tidak. Bila pupil mengecil hal ini disebut miosis, dan bila membesar disebut midriasis. Otot polos yang mengecilkan pupil (pupilokonstriktor) disarafi oleh serabut parasimpatis dari nervus III, sedangkan otot yang melebarkan pupil (pupilodilator) disarafi oleh serabut simpatis (torakolumbal).
Refleks pupil (reaksi cahaya pupil). Reaksi cahaya pupil terdiri dar reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh letaknya), setelah itu mata kita senter (beri cahaya) dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada keadaan normal pupil mengecil. Bila demikian halnya, disebut reaksi cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak langsung (konsensual) positif. Selama pemeriksaan ini harus dicegah agar pasien tidak memfiksasi matanya pada lampu senter, sebab dengan demikian akan ada pula refleks akomodasi yang juga menyebabkan mengecilnya pupil. Oleh karenanya pasien harus selalu melihat jauh selama pemeriksaan ini.
Refleks akomodasi. Penderita disuruh melihat jauh, kemudian ia disuruh melihat dekat, misalnya jari kita (benda) yang ditempatkan dekat matanya. Refleks akomodasi dianggap positif bila terlihat pupil mengecil. Pada kelumpuhan nervus III refleks negatif.
Kedudukan (posisi) bola mata. Perhatikan kedudukan bola mata, apakah mata menonjol (eksoftalmus) atau seolah-olah masuk ke dalam (enoftalmus). Pada eksoftalmus celah mata tampak lebih besar =, sedangkan pada enoftalmus lebih kecil.
Gerakan bola mata. Untuk memeriksa gerakan bola mata, penderita disuruh mengikuti jari0jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, bawah dan ke arah yang miring, yaitu atas-lateral, bawah-medial, atas-medial dan bawah-lateral. Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya, dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar dan mulus atau kaku. Perhatikan juga apakah ada diplopia.
Nistagmus. Pemeriksaan nistagmus dilakukan waktu memeriksa gerakan bola mata. Waktu memeriksa gerak bola mata, harus diperhatikan apakah ada nistagmus. Nistagmus ialah gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik. Untuk maksud ini penderita disuruh melirik terus ke satu arah (misalnya ke kanan, kiri, ke atas, ke bawah) selama jangka waktu 5 atau 6 detik. Jika ada nistagmus hal ini akan terlihat dalam jangka waktu tersebut. Akan tetapi, mata jangan terlalu jauh dilirikkan, sebab hal demikian dapat menimbulkan nistagmus pada orang yang normal (end position nystagmus, nistagmus posisi ujung).